BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah.
Pada mulanya, manusia menyembah satu Tuhan yang merupakan penyebab pertama bagi segala sesuatu dan penguasa langit dan bumi. Dia tidak terwakili oleh gambaran apa pun dan tidak memiliki kuil atau pendeta yang mengabdi kepadanya. Dia terlalu luhur untuk ibadah manusia yang tidak memadai (Amstrong, 2011: 1).
Dari alasan ini kemudian manusia melakukan peribadatan kepada Tuhan yang Esa namun kemudian manusia merasa tidak puas akan Tuhan yang tak berwujud lalu mereka menciptakan perwujudan Tuhan dengan menjadikan benda berbagai bentuk lalu menggapnya sebagai perwujudan Tuhan atau mengeramatkan sesuatu yang dianggap keramat sebagai perwujudan Tuhan di muka bumi.
Menyakini adanya Tuhan sebagai pencipta kemudian dinamakan sebagai Aqidah yaitu ajaran yang membahas tentang kepercayaan, keyakinan, atau keimanan (Zakaria, 2008: 1).
Rifa’i (1976: 13) berkata “Mempercayai Tuhan pencipta alam ini adalah tabiat manusia yang terdapat bersama dengan adanya tubuh manusia.” Inilah alasan mengapa kita harus mempercayai Tuhan, sebab sudah menjadi tabiat manusia sebagai ciptaan Tuhan untuk mengenal penciptanya.
Marzdedeq (2005: xvi) berkata “Sesungguhnya manusia itu dilahirkan dengan fitrah beragama. Ia ingin beribadat, tetapi karena berbagai jalan penyimpangan tumbuhlah suatu kepercayaan yang melahirkan suatu peribadatan sendiri.”
Pada dasarnya, semua manusia yang terlahir beragama Islam, yaitu menyembah pada satu Tuhan (Allah), namun seiring berjalannya waktu dan wafatnya utusan Allah, manusia pun mulai kacau dan membelot dari pokok ajaran yang telah dibawakan oleh para utusan, yaitu menyembah Allah dengan membuat perwujudan Allah di muka bumi dalam berbagai bentuk, baik dari benda mati maupun dari kalangan manusia yang dianggap memiliki kelebihan di luar nalar manusia.
Dari kesesatan tersebut Allah mengirim utusan-utusan-Nya untuk membimbing kembali manusia kejalan yang lurus dan menyuruh manusia agar kembali ke ajaran Tauhid. Mula-mula Allah mengutus Nabi Idris a.s dan Nabi Nuh a.s yang memimpin manusia setelah berpaling dari ajaran pokok yaitu meneruskan ajaran-ajaran dan tuntunan yang dibawa oleh Nabi Adam a.s. Setelah Nabi Nuh a.s wafat, manusia kehilangan lagi pemimpinnya dan kacaulah kembali, sampai datangnya utusan Allah yaitu Nabi Ibrahim a.s (Rifa’i, 1976: 17).
Dari Nabi Ibrahim ini kemudian lahirlah dua orang Nabi dari ibu yang berbeda dan menjadi keturunan yang berbeda pula. Dari keturunan Ishak kemudian terlahir banyak Nabi Allah dan Rasul-Nya yang ditutup oleh Nabi Isa a.s sebagai Nabi terakhir dari garis keturunan Nabi Ishak a.s.
Nabi Isa diutus untuk melanjutkan risalah Rasul sebelumnya yaitu mengajarkan Tauhid kepada Bani Israil dan membimbing mereka agar kembali kejalan yang benar (Najiyullah, 2001: 391).
Sedangkan dari keturunan Nabi Ismail a.s sendiri, hanya diutus seorang Nabi sekaligus Rasul yang derajatnya lebih mulia dari Nabi dan Rasul sebelumnya. Dialah Muhammad bin Abdullah, seorang anak laki-laki yang menjadi piatu ketika berumur 6 bulan dalam kandungan dan menjadi yatim piatu ketika berumur 6 tahun. Setelah berumur 40 tahun Muhammad diangkat menjadi Rasul untuk menyempurnakan syariat para pendahulunya juga sebagai penutup para Nabi dan Rasul.
Pada dasarnya semua Nabi dan Rasul yang diutus beragama Islam yang mengajarkan Tauhid namun bagi para pendahulunya, mereka hanya diutus untuk kaum tertentu, sedangkan Islam Muhammad diperuntukkan bagi seluruh manusia. Mengajak seluruh manusia yang telah lupa pada ajaran Tauhid agar kembali kepada ajaran semula mereka.
Jarak antara Nabi Isa a.s dan Nabi Muhammad SAW ± 6 abad. Namun jarak ± 6 abad setelah wafatnya Nabi Isa a.s, umatnya 325 tahun kemudian berbuat kesyirikan dengan “melantik” Nabi Isa a.s menjadi Tuhan anak, Allah sebagai Tuhan Bapak dan Jibril sebagai Roh Kudus yang disebut sebagai ajaran Trinitas (Najiyullah, 2001: 395).
Paham Trinitas sendiri adalah warisan dari agama purba yang akhirnya diadopsi oleh agama Hindu Brahma dan Nasrani lalu dijadikan asas keyakinannya (Marzdedeq, 2005: 288).
Ketetapan Nasrani menganut paham Trinitas ditetapkan pada tahun 325 M pada konsili di Nikea, yang mengatakan bahwa Tuhan anak sederajat dengan Tuhan Bapa. Paham ini diperjuangkan oleh Athanasius patriah Iskandariah (295-395) (marzdedeq, 2005: 289).
Menurut Rifa’i (1976: 66) Ajaran Tritunggal itu dirumuskan oleh pengikut agama Nasrani sebagai satu Tuhan yang wujud dari kesatuan tiga oknum yang mereka sebut Allah Bapa, Allah anak dan Roh kudus.
Padahal telah jelas dari kitab suci umat Nasrani (Injil) Yesus berkata: “Jawab Yesus: hukum yang terutama ialah: Dengarlah hai orang Israel! Tuhan Allah kita, Tuhan itu Esa (Markus 12: 28). Pada ayat selanjutnya kembali diperjelas tentang Aqidah Nasrani yang menganut paham Tauhid. Dalam kitab Markus 12: 32 “Lalu kata ahli Taurat itu kepada Yesus “Tepat sekali guru, benar katamu itu, bahwa Dia Esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia.”
Pada bagian Injil yang lain “Orang yang melihatku, sesungguhnya melihat akan yang mengutus daku” (Yohannes, 12: 45). A. Hasan mengomentari tentang ayat ini, Hasan berkata “Pernyataan ini sudah nyata tidak menunjukkan Yesus itu Tuhan, karena dia sendiri mengaku ada yang mengutus dia” (Hasan, 1983: 6).
Inilah salah satu sebab diutusnya Nabi Muhammad untuk mengingatkan kembali umat terdahulu yang telah menyimpang dari jalan yang seharusnya, dan memerintahkan kembali pada ajaran Tauhid juga untuk menghimpun seluruh manusia agar berpegang teguh dan berkeyakinan atas dasar kalimat “Laa Ilaha Illa Allah”. Ajaran-ajaran Nabi Muhammad inilah yang seharusnya dianut oleh umat seluruh dunia. Seperti FirmanNya dalam Al-Qur’an:
وَمَا اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُوْلٍ اِلاَّ نُوْحِيَ اِلَيْهِ اَنَّهُ لاَاِلَهُ اِلاَّ اَنَا فَا عْبُدُوْنِ (الانبياء:25)
Artinya: Dan Kami tidak menutus seorang Rasul sebelum engkau (Muhammad) melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Aku, karena itu sembahlah Aku. ( Al Anbiya: 25)
Allah kembali mengingatkan manusia tentang ajaran Tauhid yang hampir hilang dalam kurun waktu ± 6 abad jarak antara Nabi Isa dan Nabi Muhammad dengan menurunkan kembali firman-Nya yang diabadikan dalam Al-Qur’an dan menjadi dasar ajaran Tauhid bagi umat Islam.
Firman Allah dalam surah Al-ikhlas ayat 1-4
. (الإخلاص: 1-4)
“Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”
Mengenai penyebab turunnya surat ini, Ikrimah berkata, “ketika kaum Yahudi berkata, ‘kami menyembah Uzair anak Allah.’ Dan kaum Nasrani berkata, ‘kami menyembah Al Masih anak Allah,’ (Katsir, 2012: 781)
Jelas bahwa pada surat ini Allah menegaskan (kembali) eksistensi diri-Nya yang Esa, juga membantah anggapan yang mengatakan bahwa Uzair dan Al-Masih itu anak Allah.
Dari perbedaan yang asalnya sama ini kemudian membuat penulis tertarik untuk membahas masalah Aqidah yang melenceng dari umat Nasrani yang telah menjadikan tandingan bagi Allah dan membandingkan dengan Aqidah yang benar menurut agama Islam dan agama Nasrani, yang penulis beri judul “Perbandingan Konsep Aqidah Islam dan Kristen Katolik”.
- Perumusan Masalah
- Bagaimana konsep Aqidah menurut Islam?
- Bagaimana konsep Aqidah menurut Kristen?
- Bagaimanakah analisa dan bantahan terhadap konsep Ketuhanan Kristen?
- Tujuan Penulisan
- Umum:
Untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan Pesantren Persatuan Islam 99 Rancabango.
- Khusus:
- Untuk menjelaskan konsep Aqidah menurut Islam.
- Untuk menjelaskan konsep Aqidah menurut Kristen.
- Untuk menganalisa dan menjelaskan bantahan terhadap konsep Ketuhanan Kristen.
- Manfaat Penulisan
- Teoritis:
Ditujukan kepada lembaga agar dapat menjadi bahan acuan pemahaman.
- Praktis:
Ditujukan kepada seluruh umat islam khususnya kalangan santri Pesantren Persatuan Islam 99 Rancabango.
- Metode dan Teknik Penulisan
Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini penulis akan menggunakan beberapa metode penulisan diantaranya:
Deskriptif-analisis, yaitu metode penulisan yang bukan saja menggambarkan suatu kejadian saja, tetapi dari peristiwa tersebut ditindaklanjuti dengan sebuah pemikiran kritis untuk dikaji lebih mendalam untuk dapat ditarik sebuah kesimpulan (Usep, 2010: 19). Dalam hal ini penulis akan menjelaskan dan mendeskripsikan tentang konsep Aqidah Islam dan Kristen namun lebih ditekankan pada pembahasan konsep ketuhanan dari kedua agama. Namun pada pembahasan ini penulis lebih menitik beratkan pada penjelasan mengenai konsep ketuhanan,mengingat untuk dibahas terlebih dahulu sebagai dasar dari ajaran tiap agama. Adapun langkah yang akan ditempuh penulis dalam pengerjaan ini dimulai dengan pengertian Aqidah secara umum kemudian pengertian Aqidah Islam, Aqidah Kristen, sanggahan dan analisa terhadap konsep ketuhanan Kristen. Pada BAB selanjutnya penulis akan menganalisa tentang Konsep Aqidah Islam, konsep Aqidah Kristen, dan ditutup dengan Analisa dan bantahan terhadap Aqidah Kristen.
Komperatif, yaitu metode penulisan yang bersifat membandingkan suatu peristiwa atau gejala baik diwaktu tertentu atau berbeda waktu. Dalam hal ini penulis akan membandingkan bagaimana konsep ketuhanan antara Islam dan Kristen kemudian memaparkan bagaimana pandangan terhadap konsep ketuhanan Kristen menurut Al-Qur’an, Injil, dan para ulama yang meliputi ahli Kristologi dan menurut ilmu pengetahuan.
Adapun teknik penulisan yang akan penulis gunakan dalam karya tulis ini yaitu teknik studi kepustakaan dengan cara mengumpulkan keterangan-keterangan dari berbagai literatur sebagai bahan perbandingan dan acuan yang relevan dengan peristiwa yang dikaji (Usep, 2010: 20).
- Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN, meliputi: Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode dan Teknik Penulisan, Sistematika Penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA, meliputi: Pengertian Aqidah, Aqidah Menurut Islam, Aqidah Menurut Kristen, Sanggahan Terhadap Aqidah Kristen.
BAB III : ANALISIS, meliputi: Konsep Aqidah Islam, Konsep Aqidah Kristen, Suatu Analisis dan Bantahan terhadap Aqidah Kristen.
BAB IV : PENUTUP, meliputi: Kesimpulan Dan Saran-saran.
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
Pada BAB ini penulis lebih menitik beratkan pembahasan pada perbandingan tentang ketuhanan kedua agama.
- Pengertian Aqidah
- Pengertian Aqidah Secara Bahasa
Aqidah berasal dari kata bahasa Arab yaitu ‘aqd yang berarti pengikatan. Contohnya اعتقد كذا artinya “ saya ber-i’tiqad begini”. Maksudnya, saya mengikat hati terhadap hal tersebut. (Al-Fauzan, 2014: 1)
Menurut Jawas (2010: 27) ‘Aqidah (عقيدة) menurut bahasa arab berasal dari kata Al-aqdu (العقد) yang berarti ikatan, at-tautsiqu (التوثيق) yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, Al-ihkaamu (الءحكام) yang berarti mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquwwah (الربط بقوة) yang berarti mengikat dengan kuat.
Utsaimin (2012: 81) mengartikan Aqidah ataupun i’tiqad adalah keyakinan, wazan dari ifti’aalun dari asal kata Al-‘aqdu yang berarti me-ngikat dan mengencangkan. Ini dari segi pecahan kata (sharf).
Adapun menurut Poerwadiarmita (1984: 24) dalam kamus besar bahasa Indonesia dituliskan bahwa Aqidah adalah sebuah kepercayaan; keyakinan.
- Pengertian Aqidah menurut istilah.
Menurut Jawas (2010: 27) ‘Aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikitpun bagi yang meyakininya.
Menurut Al-Atasari (2006: 34) Aqidah adalah perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tentram karenanya sehingga menjadi suatu keyakinan yang teguh dan kokoh, yang tidak tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.
Menurut Bin Baz (TT: 9) Aqidah adalah apa yang diyakini manusia dan dia berbuat atas dasar keyakinan tersebut. Berupa hAl-hal yang baik atau yang buruk, yang rusak atau yang lurus.
Menurut Al-Fauzan (2014: 1) Aqidah adalah apa yang diyakini oleh seseorang jika dikatakan “Dia mempunyai Aqidah yang benar,” berarti Aqidahnya bebas dari keraguan. Aqidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya pada sesuatu.
Menurut Le Bon dalam sejarah dan pengantar ilmu Tauhid/kalam (ash-Shiddieqy, 1999: 38) Aqidah adalah keimanan yang tumbuh dari suatu sumber yang tak dapat dirasakan yang memaksa manusia mempercayai suatu ketentuan tanpa dalil.
Sedangkan Descartes berpendapat bahwa iktiqad itu didasarkan kepada akal dan iradat (ash-Shiqqieqy, 1999: 39).
Menurut Zakaria (2008: 1) Aqidah adalah ajaran yang membahas tentang kepercayaan, keyakinan, atau keimanan.
Menurut Utsaimin (2012: 81) Aqidah adalah hukum akal yang pasti. Aqidah adalah keputusan hati yang pasti, jika ia sesuai dengan kenyataan maka ia benar (shahih) jika menyelisihnya maka ia rusak.
Al-Wasyli (2014: 411) menambahkan bahwa Aqidah adalah pondasi segala aktivitas, (dan aktivitas hati lebih penting dari pada aktivitas fisik). Namun usaha untuk menyempurnakan keduanya me-rupakan tuntutan syariah, meskipun kadar tuntutan masing-masingnya berbeda.
- Aqidah Menurut Islam.
Sebagaimana yang telah termaktub dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 177 Allah berfirman:
Artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.”
Dalam Hadits Nabi SAW. Dijelaskan tentang kondisi manusia ketika dilahirkan:
كُلُّ مَوْلُدٍ يُوْ لَدُ عَلَ ا لْفِطْر ةِ فَأَ بَوَ ا هُ يُهَّو دَ ا نِهِ أَ وْ يُنَصِّرَ ا نِهِ أَ وْ يُمَجَّسَا نِهِ (رواه البخاري)
Artinya: setiap bayi dilahirkan atas dasar fitrah. Maka kedua otang tuanyalah yang (kemudian) membuatnya menjadi Yahudi, Nashrani atau majusi. (HR.Al-Bukhari)
Menurut Al-Fauzan (2014: 6) Aqidah adalah tauqifiyah. Artinya, tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil syar’i, tidak ada medan ijtihad dan berpendapat di dalamnya. Karena itulah sumber-sumbernya terbatas kepada apa yang ada di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Menurut Bin Baz (TT: 13-14) Aqidah islam adalah mentauhidkan Allah dan mengikhlaskan ibadah kepada-Nya, percaya kepada Allah, para Rasul, kitab-kitab yang telah diturunkan-Nya, percaya pada malaikat dan hari akhir, hari kebangkitan dan hari dikumpulkannya semua makhluk, percaya pada adanya surga dan neraka dan perkara akhirat lainnya, juga percaya pada ketetapan Allah (qadar) yang baik dan yang buruk; bahwa Allah SWT telah menetapkan ketentuan segala sesuatu dan Dia maha mengetahui (tentang ketetapan tersebut) dan maha menguasainya. Semua telah ditulis di sisi-Nya.
Menurut Zainudin (2012: 174) bahwa Aqidah bagi seorang muslim menjadi akar dan pondasi yang kepadanya tertumpu segala urusan kehidupan. Baik yang menyangkut keyakinan, pemikiran, ucapan, maupun perbuatan dan sikap hidupnya. Aqidah pun menjadi pemasok energi jiwa bagi seorang muslim dalam menghadapi berbagai cobaan dan tantangan yang menghadang. Sehingga ia mampu untuk berdiri kokoh, teguh, sabar, tabah, tegar dan tawakal mengalahkan segala ketakutan dan kesedihan.
Menurut Athaillah Aqidah, sebagaimana yang telah dikutip oleh Purnomo (2013: 336) yaitu suatu hal yang mesti dan wajib diimani, baik yang berkenaan dengan Allah, malaikat, kitab-kitab Allah, rasul-rasul Allah, dan hari kiamat. Dan hal ini pulalah yang menjadi pemisah antara muslim dan kafir.
Sedangkan menurut Al-Atsari (2006: 34) Aqidah Islamiyyah atau Aqidah Salimah adalah keimanan yang pasti dan teguh dengan rububiyyah Allah SWT, uluhiyyahNya, asma dan sifatNya, para malaikatNya, kitab-kitabNya, para RasulNya, hari kiamat, takdir baik atau buruk. Selain itu, juga beriman dengan semua yang tercakup dalam masalah ghaib, pokok-pokok Agama, dan apa yang sudah disepakati oleh shalafus shalih dengan ketundukan yang bulat kepada Allah SWT, baik dalam perintahNya, hukumNya, maupun ketaatan kepadaNya serta meneladani Rasulullah SAW.
Menurut Sabiq (2005: 15) Keimanan merupakan Aqidah dan pokok yang di atasnya berdiri syari’at Islam. Kemudian dari pokok itu keluarlah cabang-cabangnya.
Sabiq (2005: 16) juga mendefinisikan Aqidah yang tersusun dari enam perkara yaitu:
- Ma’rifat kepada Allah, ma’rifat dengan nama-namaNya yang mulia dan sifat-sifatNya yang tinggi. Juga ma’rifat dengan bukti-bukti wujud atau adaNya serta kenyataan sifat keagungaNya dalam alam semesta atau di dunia ini.
- Ma’rifat yang ada dengan alam di balik alam semesta ini yakni alam yang tidak dapat dilihat. Demikian pula kekuatan-kekuatan kebaikan yang terkandug di dalamnya yakni yang berbentuk Malaikat. Juga kekuatan-kekuatan jahat yang berbentuk Iblis dan sekalian tentaranya dari golongan syaithan. Selain itu ma’rifat dengan apa yang ada di dalam alam yang lain seperti Jin dan Ruh.
- Ma’rifat dengan kitab-kitab Allah ta’ala yang diturunkan olehNya kepada para Rasul. kepentinganNya ialah dijadikan sebagai batas untuk mengetahui antara yang hak dan yang bathil, yang baik dan yang jelek, yang halal dan yang haram. Juga antara yang bagus dan yang buruk.
- Ma’rifat dengan Nabi-Nabi serta Rasu-Rasul Allah ta’ala yang dipilih olehNya untuk menjadi pembimbing kearah petunjuk serta pemimpin seluruh makhluk guna menuju kepada yang hak.
- Ma’rifat dengan hari akhir dan peristiwa-peristiwa yang terjadi disaat itu seperti kebangkitan dari kubur (hidup lagi sesudah mati), memperoleh balasan, pahala atau siksa, surga atau neraka.
- Ma’rifat kepada takdir (qadla’ dan qadar) yang di atas landasannya itulah berjalannya peraturan segala yang ada di alam semesta ini. Baik dalam penciptaan atau cara mengaturnya.
Menurut Jawas (2010: 27) Aqidah islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan taat kepada-Nya, beriman kepada malaikat-malaikatNya, Rasul-RasulNya, kitab-kitabNya, hari akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang prinsip agama (ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ‘ijma (konsensus) dari salafush shalih, serta seluruh berita-berita ‘qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma’ salafush shalih.
- Hakikat Tauhid.
Menurut Nazruddin Razak (1973: 50) Tauhid mengandung arti, “Suatu kepercayaan yang menegaskan bahwa hanya Tuhanlah yang menciptakan, memberi hukum-hukum, mengatur dan mendidik alam semesta ini (Tauhid Rububiyyah). Sebagai konsekwensinya maka hanya TUHAN itulah satu-satunya yang wajib disembah, dimohon petunjuk dan pertolongan-Nya serta yang harus ditakuti (Tauhid Uluhiyyah). Bahwa Tuhan itu Zat yang luhur dari segalanya, hakim Yang Maha Tinggi, Yang tiada terbatas, Yang Kekal, Yang tiada berubah-ubah. Yang tiada kesamaannya sedikitpun di alam ini, sumber segala kebaikan dan kebenaran Yang Maha Adil dan Suci. Tuhan itu bernama Allah SWT.
Lebih lanjut beliau mengatakan (1973: 161) “Perkataan Allah berasal dari kata “Ilah” yang berarti “ma’bud” (yang disembah), sesuatu yang dianggap berkuasa dan besar mempunyai nilai yang patut disembah dan ditaati dengan sepenuh hati. Zat yang mempunyai kekuasaan yang tak terbatas dimana manusia hidup di dunia ini butuh kepada-Nya dan memerlukan pertolongan-Nya. Kata “Ilah” itu diberi awalan alif lam sehingga berbunyi “Al-Ilah” menurut bahasa Arab Ilah adalah kata nakirah sedangkan Al-Ilah adalah kata ma’rifah. Selanjutnya huruf hamzah dalam kata Al-Ilah itu dihilangkan, kemudian huruf lam digabungkan sehingga waktu mengucapkan tebal, menjadi “Allah”.
Pada dasarnya ajaran Islam yang termuat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah terbagi kedalam tiga bagian, yang pertama adalah Aqidah yang kedua Ibadah dan yang ketiga adalah Akhlak (Zakaria, 2008: 1), dengan demikian kualitas umat Islam kembali kepada sejauh mana mereka memahami, meyakini, dan mengamalkan tiga dasar ajaran Islam diatas. Yang menjadi dasar diantara tiga ajaran Islam tersebut adalah Aqidah Islam yang merujuk kepada ke-Tauhidan (Ghoffar, 2010: 42).
Ajaran Tauhid merupakan landasan pokok ajaran Islam yang menjadi pijakan bagi ajaran Islam yang lain, kata landasan (pilar) dalam bahasa Arab dikenal dengan kata “Al-ushulu” yang merupakan bentuk jama dari kata “Al-ashlu” yaitu bagian bawah atau dasar dari sesuatu. Sedangkan menurut istilah “Al-ashlu” ialah sesuatu yang dijadikan landasan atau pijakan bagi sesuatu yang lainnya (Ghoffar, 2010: 21), sehingga ilmu ini disebut juga ilmu ushuluddin karna didalamnya membahas prinsip-pinsip ajaran agama dan ilmu yang lainnya disebut furu’ ad-din (cabang-cabang agama) yang harus berpijak kepada ushuluddin (Zakaria, 2008: 1).
Sebagai landasan dasar, tentunya ajaran Tauhid ini akan menjadi penentu terhadap keberlangsungan syariat yang lain sehingga ajaran Tauhid ini harus benar-benar difahami oleh setiap orang yang memeluk agama Islam agar tidak keluar dari jalurnya, Allah SWT berfirman dalam QS Muhammad ayat 19
……
“Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah....”
Dalam ayat tersebut memuat kalimat perintah, yaitu lafadz ”اِعْلَمْ” sebagai kata perintah dari lafadz “اَلْعِلْمُ” yang berarti mengetahui sesuatu dengan kenyataan yang sebenarnya (Ghoffar, 2010: 81), mengenai apa yang harus diketahui adalah kelanjutan ayat tersebut, yaitu kalimat “اَنَّهُ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهَ” , ayat tersebut mengandung dua unsur penjelas ketauhidan, dua unsur itu adalah "اَلنَّفْيُ" (peniadaan) dan "اَلْاِثْبَتُ" (penetapan) (Ghoffar, 2010: 59) sehingga ilmu itu adalah syarat yang harus terlebih dahulu ada sebelum ucapan dan amal perbuatan (Ghoffar, 2010: 82).
Seorang yang menyembah Allah tidak akan diterima tanpa dibarengi dengan ketauhidan, sedangkan ketauhidan tidak akan tercapai tanpa ada penafian segala macam sembahan untuk disembah dan pengitsbatan untuk menyembah hanya kepada Allah semata, dengan demikian, seorang yang menyembah Allah tapi dia masih melakukan penyembahan kepada selainnya, maka dia tidak termasuk muwahhid (orang yang mengesakan) karena itsbatnya tidak dibarengi dengan penafian (Al-Utsaimin, 2006: 3).
- Aqidah Menurut Kristen.
Menurut Arius, pendiri ajaran Arius, Pahamnya: Logos yang turun dan menjelma menjadi Yesus itu benar-benar berwujud manusia dan tidak berwujud setengah Tuhan. Ia turun sebagai penginjil semata (Marzdedeq 2005: 286)
Yesus adalah makhluk Tuhan yang derajatnya di atas segala ketinggian. Yesus juga merupakan makhluk Tuhan yang sulung.
Pendeta Nastur, pendiri sekte Nasturiah, mengatakan bahwa sebenarnya Yesus itu manusia biasa. Ia dianggap anak Tuhan karena keakrabannya pada Tuhan. Anak Tuhan itu hanya arti majazi bukan arti sebenarmya (Marzdedeq, 2005: 287).
Aqidah Nasrani di dalam Injil kitab Keluaran pasal 20: 1-17 mencakup 10 hukum Taurat yang terkandung dalam 17 ayat diantaranya:
- Lalu Allah mengucapkan segala firman ini:
- “Akulah Tuhan, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan.
- Jangan ada padamu Allah lain di hadapanKu.
- Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi.
- Jangan sujud menyembah kepadanya sebab Aku, Tuhan, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan Bapa kepada anak-anakNya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari oang-orang yang membenci Aku,
- tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang pada perintah-perintahKu.
- Jangan menyebut nama Tuhan, Allahmu, dengan sembarangan, sebab Tuhan akan memandang bersalah orang yang menyebut namaNya dengan sembarangan.
- Ingatlah dan kuduskanlah hari sabat:
- Enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan pekerjaanmu,
- Tetapi hari ketujuh adalah hari sabat Tuhan, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engakau atau anak laki-laki, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu.
- Sebab enam hari lamanya Tuhan menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya Tuhan memberkati hari sabat dan mengkuduskannya.
- Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan, Allahmu, kepadamu.
- Jangan membunuh.
- Jangan berzina.
- Jangan mencuri.
- Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu.
- Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini istrinya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apapun yang dipunyai sesamamu.
Menurut Rifa’i (1976: 52-53) Pokok ajaran agama Nasrani yang ada sekarang ialah sebagaimana termaktub dalam syahadat 12 (Credo para Rasul) yaitu :
- Aku percaya akan Allah, Bapa yang mahakuasa, pencipta langit dan bumi.
- Dan akan Yesus Kristus, Putranya yang tunggal Tuhan kita.
- Yang dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh perawan Maria.
- Yang menderita sengsara dalam pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, wafat dan dimakamkan.
- Yang turun ke tempat penantian, pada hari ketiga bangkit dari antara orang mati.
- Yang naik ke surga duduk di sebelah kanan Allah Bapa yang mahakuasa.
- Dari situ Ia akan datang mengadili orang yang hidup dan mati.
- Aku percaya akan Roh Kudus.
- Gereja Katolik yang kudus, persekutuan para kudus.
- Pengampunan dosa.
- Kebangkitan badan.
- Kehidupan kekal. Amin.
Kecuali syahadat yang dua belas tersebut, undang-undang sepuluh dari Nabi Musa juga dianggap menjadi ajaran yang pokok oleh Agama Nasrani.
Menurut Hakim (2004: 91) Pengajaran yang asli dari Nabi Isa a.s. ialah Tauhid yang suci; yaitu menuhankan Allah Yang Maha Esa, seperti kepercayaan dalam seluruh agama samawi dan juga telah diajarkan juga oleh Nabi-Nabi sebelumnya.
Akan tetapi Nasrani di belakang Nabi Isa a.s telah menjadikan agama Tauhid yang suci menjadi agama musyrik, mirip dengan agama berhala, menjadi trinitas, bertuhan tiga, yaitu menuhankan Nabi Isa dan Ruhul Kudus di samping Allah SWT.
Menurut Marzdedeq (2005: 288) Paham Trinitas adalah warisan dari agama purba yang akhirnya diambil alih agama Hindu Dharma dan Nashrani, lalu dijadikan asas keyakinannya.
Menurut Marzdedeq (2005: 289-290) Pada tahun 325 M konsili di Nikea, diputuskan bahwa Tuhan Anak sederajat dengan Tuhan Bapak. Paham ini diperjuangkan oleh Athanasius, patriah Iskandariyah (295-395). Pada konsili/muktamar itu paham Arius dicekam. Pihak yang tidak setuju muktamar ini mengadakan Konsili Sur yang memutuskan bahwa Tuhan itu Maha Esa dan Yesus itu hanya utusannya. Gereja dan penguasa mengecam Konsili Sur dan menganggapnya konsili liar.
Pada tahun 381 M konsili di Konstantinopel memutuskan mendukung konsili Nikea dan memutuskan pula bahwa Roh kudusitu Tuhan.
Pada tahun 421 M konsili di Cyrilus membawakan ajaran ketuhanan Maria. Maria itu adalah theodokos, ibu Tuhan. Kemudian pada tahun 431 M di Epheseus (Evereus) memutuskan bahwa Bunda Maria melahirkan Tuhan yang bertabiat dua, yaitu ketuhanan dan kemanusiaan. Beberapa tahun kemudian di tempat yang sama diadakan pula konsili yang mendukung Discoris yang mengatakan bahwa Yesus itu bertabiat satu, paduan ketuhanan dan kemanusiaan.
Pada 451 M diadakan konsili di Chalecdon yang hasilnya memutuskan mendukung konsili Epheseus I dan menolak keputusan Epheseus II.
Pada tahun 553 M di Konstantinopel III memutuskan bahwa Yesus mempunyai dua tabiat dan dua kemauan, melaknat monotheit dan melaknat paham Maroit yang beranggapan bahwa Yesus mempunyai dua tabiat dan satu kemauan.
Pada tahun 869 M di Roma diputuskan bahwa Roh Kudus memancar dari Tuhan Bapak dan Tuhan Anak. Segala persoalan yang ada hubungannya dengan ketuhanan dan syariat Nasrani harus disampaikan pada gereja Roma. Semua Nasrani di seluruh muka bumi harus tunduk pada keputusan gereja Roma.
Pada 879 M di Konstantinopel yang diketahui Patriah Gereja Konstantinopel “Fosios” diputuskan bahwa Roh kudus itu hanya dari Tuhan Bapak.
Menurut Rifa’i (1976: 57-58) yang mengutip dari buku Pengajaran Gereja Katolik halaman 101-102 sebagai berikut:
Bapa, Putra dan Roh Kudus adalah tiga pribadi. Ketiga pribadi itu sudah mewahyukan dirinya pada permandian Yesus. Bapa telah mengutus Putra kedunia: Putra telah menjadi manusia dan telah menebus dosa kita; Roh Kudus telah turun atas Gereja dan mensucikan kita. Kita telah dipermandikan atas nama Bapa. Putra dan Roh Kudus.
Ketiga pribadi itu masing-masing adalah sungguh Allah. Seperti Bapa demikian Putra dan Roh Kudus adalah maha kudus dan mahakekal. Karena itu Bapa, Putra dan Roh Kudus disembah dan dimuliakan yang sama. Tetapi Pribadi itu hanyalah satu Allah saja, mempunyai satu pengetahuan Ilahi, satu kehendak Ilahi, satu kehidupan Ilahi dalam kebahagiaan yang tak terhingga. Allah yang Esa dalam tiga Pribadi itu kita sebut Allah Tritunggal Yang Mahakudus.
Kebesaran Allah yang Esa dalam tiga Pribadi itu adalah rahasia iman kita yang paling besar, kita tidak dapat memahaminya, untuk itu diperlukan akal Ilahi. Akal kita belum lagi dapat memahami semua ciptaan yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, apalagi mau menduga Allah. Kita tak akan mengetahui, bahwa dalam Allah itu ada tiga pribadi, sekiranya Kristus tidak mewahyukan rahasia rahasia itu kepada kita.
Menurut Rifa’i (1976: 58) mengutip dari buku Inti Sari Iman Kristen halaman 88 bab 35 tentang Tritunggal antara lain dikemukakan:
Di dalam Alkitab dan di dalam iman Rasul dikatakan tentang Allah Bapa, tentang Yesus Kristus dan tentang Roh Kudus. Itu sekali-kali tidak berarti, bahwa kita percaya kepada tiga Tuhan. Bersama-sama dengan umat Israel Gereja mengakui bahwa hanya ada satu Allah yang Esa adanya.
Tetapi Allah yang Esa itu memperkenalkan dirinya sebagai Allah di atas kita (Allah Bapa), sebagai Allah bersama kita (yakni di dalam Yesus Kristus), dan sebagai Allah di dalam kita (yaitu Roh Kudus). Ketiga-tiganya tidak dapat dipisah-pisahkan satu sama lain, namun dibeda-bedakan juga. Itulah yang dimaksudkan dengan istilah Tritunggal. Dengan istilah itu sekali-kali tidak dimaksudkan bahwa kita sanggup memecahkan rahasia tentang diri Allah. Hakikat Allah tak dapat ditangkap dengan akal budi manusia atau diterangkan dalam satu rumus.
Menurut Hasan (1983: 2) Yesus dianggap sebagai Tuhan, sama dengan Tuhan, Anak Tuhan, dan manusia sebagian.
- Sanggahan Terhadap Aqidah Kristen.
- Sanggahan dari Al-Qura’an
- Allah Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam surah Al-Ikhlas ayat 1-4:
. (الإخلاص: 1-4)
“Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”
Dalam surah Al-Baqarah ayat 163:
“Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”
Dalam surah Muhammad ayat 19:
“Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.”
Dalam surah Al-Anbiya ayat 21-22:
“Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan dari bumi, yang dapat menghidupkan (orang-orang mati)?”
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah Rusak binasa. Maka Maha suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.”
Dalam surah Adz-Dzariyat ayat 56:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
Dalam surah An-Nahl ayat 36:
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).”
- Nabi Isa hanya manusia yang ditunjuk menjadi Nabi dan Rasul
Dalam surah Ali Imran ayat 45:
“(ingatlah), ketika Malaikat berkata: "Hai Maryam, seungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putera yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang) daripada-Nya, namanya Al masih Isa putera Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan Termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah)”
Dalam surah Ali Imran ayat 49:
“Dan (sebagai) Rasul kepada Bani Israil (yang berkata kepada mereka): "Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan membawa sesuatu tanda (mukjizat) dari Tuhanmu, Yaitu aku membuat untuk kamu dari tanah berbentuk burung; kemudian aku meniupnya, Maka ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah; dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah; dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu Makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah suatu tanda (kebenaran kerasulanku) bagimu, jika kamu sungguh-sungguh beriman.”
Dalam surah Ali Imran ayat 55:
“Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia), Maka jadilah Dia.”
Dalam surah Al-Maidah ayat 116-118:
“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: "Hai Isa putera Maryam, Adakah kamu mengatakan kepada manusia: "Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Tuhan selain Allah?". Isa menjawab: "Maha suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). jika aku pernah mengatakan Maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha mengetahui perkara yang ghaib-ghaib".
“Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)nya Yaitu: "Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu", dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan Aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. dan Engkau adalah Maha menyaksikan atas segala sesuatu.”
“Jika Engkau menyiksa mereka, Maka Sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, Maka Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Dalam surah at-Taubah ayat 30-31 Allah menjelaskan bagaimana orang dahulu mengangkat Nabi mereka menjadi tuhan.
“Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang-orang Nasrani berkata: "Al masih itu putera Allah". Demikianlah itu Ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru Perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka sampai berpaling?
Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al masih putera Maryam, Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.”
Pada surah Al-Maidah ayat 72-74 Alah kembali menjelaskan dan mengancam mereka yang mengatakan Isa adalah anak Tuhan dan berjanji memberikan adzab kepada mereka yang tetap melakukan seperti itu.
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al masih putera Maryam", Padahal Al masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu". Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, Maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.
Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga", Padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan yang Esa. jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.
Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya ?. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
- Ramalan Nabi Isa tentang kedatangan Nabi Muhammad.
Dalam surah ash-shaff ayat 6:
“Dan (ingatlah) ketika Isa Ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, Yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)." Maka tatkala Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata."
- Sanggahan Dari Injil
- Allah yang maha Esa dalam Injil.
Dalam kitab Markus 12: 29-32:
“Jawab Yesus: “ hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu Esa.”
“Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan segenap kekuatanmu.”
“Dan hukum yang kedua ialah: kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.”
“lalu kata ahli Taurat itu kepada Yesus: “Tepat sekali, Guru, benar kataMu itu, bahwa Dia Esa dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia.”
Dalam kitab Yohannes 17: 3
“Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Egkau utus.”
Dalam kitab Ulangan 4: 35
“Engkau diberi melihatnya untuk mengetahui, bahwa Tuhanlah Allah, tidak ada yang lain kecuali Dia.”
Dalam kitab Ulangan 6: 4-5
“Dengarlah hai orang Israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu Esa!”
“Kasihanilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.”
- Nabi Isa hanya manusia yang ditunjuk menjadi Nabi dan Rasul.
Dalam kitab Lukas 13: 33-34
“Tetapi hari ini dan besok dan lusa aku harus meneruskan perjalananKu, sebab tidaklah semestinya seorang Nabi dibunuh kalau tidak di Yarusalem.”
“Yarusalem, Yarusalem, engkau yang membunuh Nabi-Nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau.”
Dalam kitab Matius 5: 9
“Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.”
Dalam kitab Matius 5: 17-19
“Janganlah kamu menyangka, bahwa aku meniadakan hukum Taurat dan kitab para Nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.”
“Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semunya terjadi.”
“Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga.”
Dalam kitab Matius 15: 24
“Jawab Yesus: “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.”
Dalam Matius 21: 11
“Dan orang banyak itu menyahut: “inilah Nabi Yesus dari Nazaret di Galilea.”
Dalam kitab Yohanes 13: 20
“Aku berkata kepadamu: sesungguhnya barang siapa menerima orang yang Ku utus, ia menerimaKu, dan barangsiapa menerima Aku ia menerima Dia yang mengutus Aku.”
Dalam kitab Yesaya 43: 3
“Sebab Akulah Tuhan, Allahmu, Yang Mahakudus, Allah Israel, Juruselamatmu. Aku menebus engkau dengan Mesir, dan memberikan Ethopia dan Syeba sebagai gantimu.”
Dalam kitab Yesaya 44: 6
“Beginilah firman Tuhan, Raja dan Penebus Israel, Tuhan semesta alam: “Akulah yang terdahulu dan Akulah yang terkemudian; tidak ada Allah selain dari padaKu”
Dalam Yesaya 45: 5
“Akulah Tuhan dan tidak ada yang lain; kecuali Aku tidak ada Allah. Aku telah mempersenjatai engkau, sekalipun engkau tidak mengenal Aku.”
Dalam Yesaya 46: 9
“Ingatlah hAl-hal yang dahulu dari sejak purbakala, bahwasanya Akulah Allah dan tidak ada yang lain, Akulah Allah dan tidak ada yang seperti Aku.”
Dalam kitab Kisah Para Rasul 2: 22
“Hai orang-orang Israel, dengarlah perkataan ini: Yang Aku maksudkan, ialah Yesus dari Nazaret, seorang yang telah ditentukan Allah dan yang dinyatakan kepadamu dengan kekuatan-kekuatan dan mujizat-mujizat dan tanda-tanda yang dilakukan Allah dengan perantaraan Dia di tengah-tengah kamu, seperti yang kamu tahu.”
- Ramalan Nabi Isa tentang kedatangan Nabi Muhammad.
Dalam kitab Barnabas 17: 21-23:
Karena semua Nabi berjumlah 144 ribu yang telah diutus Allah ke bumi, telah berbicara dengan kesamaran dan kiasan-kiasan. Akan tetapi akan tiba sesudah Aku cahaya semua Nabi dan manusia suci, maka terpancarlah cahaya atas segala kesamaran yang dikatakan oleh Nabi-Nabi itu. Karena Ia adalah Rasulullah.”
Dalam kitab Barnabas 44: 28-32:
“Percayalah kamu kepadaku bahwa aku telah melihat ia dan telah dilihat oleh semua Nabi.”
“Karena Allah akan memberikan mereka jiwaNya dan kenubuwahan. Dan di kala kulihat ia, penuhlah aku dengan rasa kesukaan kataku: “ya Muhammad, semoga Allah besertamu dan menjadikan aku layak untuk membuka tali kasutmu. Karena apabila aku mendapatkan itu, maka aku akan menjadi seorang Nabi yang besar serta kudus Allah.”
“Dan ketika Yesus mengatakan demikian itu, ia bersyukur kepada Allah.”
Dalam kitab Habakuk 3: 3-4:
“Allah datang dari negeri T’eman dan Yang Mahakudus dari pegunungan Paran. Sela KeagunganNya menutupi segenap langit, dan bumi pun penuh dengan pujian kepadaNya.”
“Ada kilauan seperti cahaya, sinar cahaya dari sisiNya dan di situlah terselubung kekuatanNya.”
Dalam kitab Safer Lewi 21: 8:
“Berkata Imam Besar: “Mesiah akan datang juga setuju dengan firman Yehowa itu, ia datang dari bukit Faran, dipisahkan hak dan batal, maka disambutlah ia oleh orang-orang kecil, ketahuilah ialah Himda Mauhama.”
Dalam kitab Ulangan 18: 15-19:
“Seorang Nabi dari tengah-tangahmu, dari antara saudara-saudaramu, sama seperti Aku, akan dibangkitkan bagimu oleh Tuhan, Allahmu; Dialah yang harus kamu dengarkan.”
“Tepat seperti yang kamu minta dahulu kepada Tuhan, Allahmu, di gunung Herob, pada hari perkumpulan, dengan berkata: Tidak mau aku mendengar lagi suara Tuhan, Allahku, dan yang besar ini tidak mau Aku melihatnya lagi, supaya jangan Aku mati.”
“Seorang Nabi akan Kubangkitakan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau ini; Aku akan menaruh firmanKu dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadanya.”
“Orang yang tidak mendengarkan segala firmanKu yang akan Nabi itu demi namaKu, dari padanya akan Kutuntut pertanggungjawaban.”
Dalam kitab Yohanes 14: 26
“tetapi penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam namaKu, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengigatkan kamu akan semu yang telah kukatakan kepadamu.”
Dalam kitab Yohanes 16: 7-8
“Namun benar yang Kukatakan ini kepadamu: Adaah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jika Aku tidak pergi, Penghibur itu tadak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu.”
“Dan kalau Ia datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan peghakiman.”
Dalam kitab Yohanes 16: 12-14
“Masih banyak hal yang harus Kukatakan kepadamu, tetapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya.”
“Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diriNya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengarNya itulah yang akan dikatakanNya dan Ia akan memberitakan kepadamu hAl-hal yang akan datang.”
“Ia akan memuliakan Aku, sebab Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimaNya dari padaKu.”
Dalam kitab Yesaya 29: 12
“Dan apabila kitab itu diberikan kepada seorang yang tidak dapat membaca dengan mengatakan: “Baiklah baca ini,” maka Ia menjawab: “Aku tidak dapat membaca.”
- Sanggahan Ulama Islam dan Ahli Kristologi
Menurut Rifa’i (1976: 66) Tritunggal menurut pandangan Islam bahwa pelajaran asli yang diberikan kepada Nabi Isa a.s ialah Tauhid. Jelas tertulis dari sabda beliau yang dicatat oleh penulis Injil. Beliau datang bukan untuk merombak hukum Taurat, tetapi hendak menegakkan dan menyempurnakan. Inti pokok hukum Taurat ialah perintah yang 10 dan pokoknya yang pertama ialah Tauhid (1. Jangan kamu bertuhan selain Aku).
Ajaran Trinitas ini tidak pernah diakui adanya dalam ajaran Yahudi, karena Agama Yahudi masih berpegang dengan perintah yang 10. Tritunggal itu dirumuskan oleh penganut agama Nasrani, sebagai satu Tuhan yang ujud dari kesatuan tiga oknum, yang mereka sebut: Allah Bapa, Allah anak dan Ruhul Kudus. Keyakinan yang semacam ini dianut oleh gereja-gereja Roma Katolik, Kristen Timur (Grik Katolik) dan umumnya orang-orang Protestan. Ajaran ini dalam ajaran agama Nasrani resminya diakui baru pada tahun 381 M. Pada persidangan Konsili Oikumenis Kedua di Istambul setelah mengalami perdebatan hebat diantara fatwa-fatwa para patres yaitu imam-imam agama Kristen.
Menurut Hakim (2004: 108-112) Agama Islam mengakui Isa Almasih dan ajaran-ajarannya; maka agama Masehi/Nasrani asli, pokok-pokok ajarannya tetap bersesuaian dengan Agama Islam. Dan pokok-pokok ajaran Nasrani yang telah berubah saat ini mencakup beberapa hal yaitu:
- Islam mempunyai keyakinan yang tegas, bahwa Allah itu Maha Esa adanya, dan ajaran yang diajarkan Almasih yang sebenarnya ialah mengakui Tuhan Yag Maha Esa itu, seperti kedatanganNabi-Nabi sebelum beliau kepada kaum mereka masing-masing, mengajarkan keyakinan yang utama mengakui Allah Maha Esa, dan Isa Almasih itu adalah Rasulullah, pesuruh Allah kepada kaumnya Bani Israil.
- Ummat Islam berkeyakinan, bahwa Isa Almasih hanyalah Nabi dan Rasul yang diutus Allah khusus kepada Bani Israil.
- Ummat Islam berkeyakinan bahwa Isa Almasih menyerukan hubungan langsung antara Allah dan manusia dalam ibadat kepada Allah dengan tidak memakai wasilah; seperti seluruh agama langit dari zaman purbakala.
- Ummat Islam berkeyakinan bahwa Isa Almasih menerima kitab suci dari Tuhan yang bernama Injil, yang diucapkan Almasih dalam bahasa ibunya, yaitu bahasa ummat tempat lahirnya, bahasa Ibrani, tetapi Injil itu sekarang tidak ada lagi. Hilang dan tersembunyinya Injil Almasih yang asli itu, ialah karena perbuatan orang-orang yang sangat berkeinginan untuk menukar, menambah atau mengurangi ajaran-ajaran Almasih: dengan hilangnya Injil Almasih yang asli, digantikan oleh berbagai Injil ciptaan manusia, dan berbagai ajaran yang lain yang diberi baju dengan nama agama Masehi.
Dan kekhawatiran mereka, yang amat besar, karena isi Injil yang asli itu (Injil Almasih), sangat dekat kepada Al-Qur’an, memberi kekuatan kepada ajaran yang dikembangkan Isam.
- Ummat Islam mempunyai keyakinan bahwa Agama Masehi sekarang, sudah amat jauh berbelok dari ajaran Almasih yang asli, terutama setelah Paulus memasuki agama ini. Paulus telah membelokkan haluan agama Almasih, tegasnya merusakkan agama ini dari dalam. Dialah yang mengajarkan faham Tritunggal dan mengatakan bahwa Almasih itu Tuhan.
Dengan demikian semakin jauhlah agama ini dari ajaran Almasih yang Tauhid, berbelok menjadi agama musryik. Tegasnya agama Nasrani/Masehi sekarang tidaklah dapat dikatakan agama Isa Almasih, tetapi lebih tepat dikatakan agama Paulus.
- Kaum Muslimin berkeyakinan, bahwa Isa Almasih talah memberitakan juga tentang kedatangan Nabi Muhammad di belakang beliau.
Menurut Deedad (1996: 17) Kami orang-orang Muslim wajib percaya bahwa Yesus (Isa) adalah salah satu nabi dan rasul Allah Yang Maha Kuasa dan ia adalah messiah (kristus/yang diurapi). Dan pada ayat keempat puluh lima dari surah Ali Imran (sebelumnya dimulai dari ayat ke 42): (Ingatlah), ketika Malaikat berkata: “Hai Maryam, sesungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putra yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang) daripada-Nya.
Orang Kristen mengatakan bahwa Yesus (Isa) adalah Firman Tuhan, sedangkan Al-Qur’an mengatakan bahwa Isa diciptakan dari kalimat yang dating daripada-Nya, namanya Al Masih Isa Putera Maryam, Al-Masih (Kristus) dalam bahasa Arab, Mesiah dalam bahasa Ibrani, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani menjadi kata ‘Christos’.
Kemudian karena kata ‘Christos’ dianggap terlalu panjang untuk diucapkan, maka dibuang huruf ‘os’-nya dan disingkat menjadi ‘Christ’ yang berarti : yang diurapi/diolesi.
Al-Masih / Messiah / Christos / Christ semuanya berarti : yang di-urapi. Semuanya menunjukkan makna yang sama. Yesus putera Maryam. Seseorang terkemuka di dunia dan di akherat dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah). (QS Ali Imran: 45)
Orang Kristen mengatakan bahwa Isa/Yesus duduk disebelah kanan Tuhan. Al-Qur’an mengatakan bahwa ia termasuk orang-orang yang didekatkan kepada Allah.
Menurut Marzdedeq (2005: 293) Semula Nasrani itu serupa dengan syariat orang-orang Yahudi, hanya Nasrani tidak mengharamkan semua yang ada dalam Taurat. Babi dan penyembelihan untuk berhala tetap diharamkan, khitan bagi anak laki-laki merupakan kewajiban, peribadatan dengan doa-doa sambil berdiri, duduk, rukuk dan sujud. Jika masuk ke tempat peribadatan harus membasuh kaki dan membuka kasut.
Kemudian Paulus mulai membuat syariat baru. Orang-orang Romawi yang ingin masuk Nasrani tidak mau berkhitan dan tidak mau meninggalkan makan babi dan minum arak. Lalu, Paulus memutuskan untuk menghalalkan babi dan tidak ada khitan bagi orang di luar bangsa Yahudi.
Menurut Amstrong (2012: 226-227) Seperti halnya Nabi-Nabi Ibrani, Muhammad menyiarkan sebuah etika yang bisa kita sebut sosialis sebagai konsekuensi dari penyembahan kepada satu Tuhan. Tak ada doktrin-doktrin tentang Tuhan yang bersifat wajib: bahkan, Al-Qur’an sangat mewaspadai spekulasi teologis, mengesampingkanya sebagai zhanna, yaitu menduga-duga tentang sesuatu yang tak mugkin diketahui atau dibuktikan oleh siapa pun. Doktrin Kristen tentang Ikarnasi dan Trinitas tampaknya merupakan contoh pertama zhanna dan tidak mengherankan jika umat Muslim memandang ajaran-ajaran itu sebagai penghujatan. Sebalikya, sebagaimana di dalam Yudaisme, Tuhan dialami sebagai dorongan untuk menegakkan moral. Meskipun hampir tak pernah berhubungan dengan orang Yahudi atau Nasrani maupun kitab-kitab suci mereka, Muhammad telah langsung menerobos ke dalam inti monoteisme historis.
Menurut Amstrong (2012: 236) Penganut Kristen seperti Athanasius juga berkeyakinan bahwa hanya Sang Pencipta, sumber segala wujud, yang memiliki kekuatan penebusan. Mereka telah mengungkapkan pandangan ini dalam Doktrin Trinitas dan Inkarnasi.
BAB III
ANALISA MASALAH
Pada pembahasan bahagian uraian ini dibatasi hanya pada persoalan konsep Aqidah Islam dalam bidang tauhid, Aqidah trinitas, analisa terhadap Aqidah trinitas yang bersifat koreksi dan bantahan.
A. KONSEP AQIDAH ISLAM
Aqidah dalam Islam sering disebut dengan istilah “iman”, “kepercayaan”, ataupun “keyakinan”, namun kesemua istilah tersebut memiliki makna yang satu yaitu sesuatu yang hadir dalam diri tentang eksistensi Allah, malaikat, kitab suci, Nabi, adanya hari akhirat serta qadar baik dan buruk, yang semua menjadi titik tolak permulaan seorang dikatakan “muslim”. Siapa saja bisa berkata dia seorang muslim atau berbuat sebagai seorang muslim, tetapi bila keyakinan itu yang tidak ada, maka sesungguhnya ia bukanlah seorang muslim, sebagaimana sejarah tentang Abdullah bin Saba yang mengaku muslim atau Abu Thalib yang beramal dengan amalan muslim. Menurut Jawas (2010: 27) Aqidah islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan taat kepada-Nya, beriman kepada malaikat-malaikatNya, Rasul-RasulNya, kitab-kitabNya, hari akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang prinsip agama (ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ‘ijma (konsensus) dari salafush shaleh, serta seluruh berita-berita ‘qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma’ salafush shalih.
Dalam Islam, iman merupakan barometer untuk menentukan tinggi rendahnya martabat seseorang di mata Allah. Iman juga merupakan faktor penentu baik buruknya akhlak serta pengabdian seseorang kepada pencipta. Menurut Nazruddin Razak ( 1973: 156 ) “selain manusia harus memiliki kepercayaan yang benar, kepercayaan (iman) itu sangat perlu bagi manusia dalam hidupnya. Kepercayaan merupakan pelita hidup, tanah tempat berpijak dan tali tempat bergantung”. Banyak orang yang mengambil jalan pintas dengan perbuatan nekad dan bunuh diri atau mencari tempat kesenangan dengan wanita dan minuman. Semua itu bersumber dari tidak adanya tujuan hidup, tidak ada tempat berpegang dan tiadanya tanah tempat berpijak. Sebaliknya hal itu tidak akan terjadi bila seseorang memiliki keyakinan terhadap kekuasaan dan ketentuan Yang Maha Mutlak. Inilah makna iman dalam Islam.
Dalam sejarah pengetahuan manusia, eksistensi Allah adalah pengetahuan pertama, baik melalui pengajaran yang Allah berikan kepada Nabi Adam yang kemudian diajarkan kepada anak cucunya, maupun kesaksian manusia ketika masih di alam arwah.
Pengajaran yang Allah berikan kepada Nabi Adam termaktub dalam surah Al Baqarah: 33
قَالَ يَاَدَ مُ اَنْبِعْتًمْ بِاَسْمَاءِهِمْ فَلَمَّا اَنْبَاَهًمْ بِاَسْمَا ءِهِمْ قَالَ اَلَمْ اَقًلْ لَكًمْ اِنِّى اَعْلَمً غَيْبَ السَّمَوَاتِ وَاْلاَرْضِ وَاَعْلَمُ مَا تًبْدً وْنَ وَمَا كُنْتُمْ تَكْتُمُوْنَ ( البقرة:22 )
Artinya: Allah berfirman “hai Adam, beritahukan kepada mereka nama-nama benda ini”, Maka setelah diberitahukannya nama-nama benda itu, Allah berfirman “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan. ( Al Baqarah: 33)
Ayat di atas menjelaskan tentang pembelajaran yang Allah berikan kepada Nabi Adam untuk membuktikan bahwa manusia yang akan menjadi khalifah tersebut memiliki pengetahuan. Allah menutup dengan kalimat “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan. Ibnu Jarir dalam buku “tafsir Ibnu Katsir” Abdurrahman bin Ishaq (2008: 1: 107) Ibnu Abbas menjelaskan makna firman Allah tersebut”. Yang demikian itu adalah pengetahuan pertama bagi Adam tentang Kebesaran dan kekuasaan Allah untuk kemudian diajarkan kepada turunannya”. Bahkan keyakinan itu berlanjut sampai sebelum Nabi Muhammad diutus oleh Allah.
وَلَئِنْ سَاَلْتُمْ مَنْ خَاَقَ السَّمَوَاتِ وَاْلاَرْضَ لَيَقُوْلُنَّ خَلَقَهُنَّ اْلعَزِيْزُالعَلِيْمُ (الزخرف: 9)
Artinya: Dan jika kamu tanya mereka itu (orang-orang jahiliyyah), siapakah yang menjadikan langit dan bumi, niscaya mereka menjawab, yang menjadikannya ialah ALLAH Yang Maha Kuasa lagi Maha Mengetahui. ( Az-Zuhruf: 9)
Demikian juga setiap manusia telah melakukan kesaksian tentang ke Esaan Allah sejak di alam arwah dengan firman-NYA:
اَلَسْتً بِرَبِّكًمْ قَلًوْا بَلَ شَهِدْنَا (الاعرف :172 )
Artinya: Bukankah Aku ini Tuhanmu? “Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami). Kami menjadi saksi. (Al A’raf: 172)
Pengakuan tentang keesaan Allah sebagai satu-satunya Tuhan, mengandung kepercayaan yang sempurna dalam dua hal yaitu: Keesaan sifat Allah yang menciptakan, mendidik dan memelihara alam (Rububiyyah) dan keyakinan bahwa hanya Allah-lah Zat satu-satunya yang wajib disembah dan tempat memohon pertolongan (Uluhiyyah) yang dikenal dengan istilah TAUHID.
Menurut Nazruddin Razak (1973: 50) Tauhid mengandung arti, ”Suatu kepercayaan yang menegaskan bahwa hanya Tuhanlah yang menciptakan, memberi hukum-hukum, mengatur dan mendidik alam semesta ini (Tauhid Rububiyyah). Sebagai konsekwensinya maka hanya TUHAN itulah satu-satunya yang wajib disembah, dimohon petunjuk dan pertolongan-Nya serta yang harus ditakuti (Tauhid Uluhiyyah). Bahwa Tuhan itu Zat yang luhur dari segalanya, hakim Yang Maha Tinggi, Yang tiada terbatas, Yang Kekal, Yang tiada berubah-ubah. Yang tiada kesamaannya sedikitpun di alam ini, sumber segala kebaikan dan kebenaran Yang Maha Adil dan Suci. Tuhan itu bernama ALLAH SWT”. Lebih lanjut beliau mengatakan (1973: 161) “Perkataan Allah berasal dari kata “Ilah” yang berarti “ma’bud” (yang disembah), sesuatu yang dianggap berkuasa dan besar mempunyai nilai yang patut disembah dan ditaati dengan sepenuh hati. Zat yang mempunyai kekuasaan yang tak terbatas dimana manusia hidup di dunia ini butuh kepada-Nya dan memerlukan pertolongan-Nya. Kata “Ilah” itu diberi awalan alif lam sehingga berbunyi “Al-Ilah” menurut bahasa Arab Ilah adalah kata nakirah sedangkan Al-Ilah adalah kata ma’rifah selanjutnya huruf hamzah dalam kata Al-Ilah itu dihilangkan, kemudian huruf lam digabungkan sehingga waktu mengucapkan tebal, menjadi “Allah”.
Lafadz Allah adalah salah satu lafadz dalam kalimat “La Ilaha Illallah”, kalimat ini tersusun dalam bentuk yang dimulai dengan lafadz peniadaan (La) yaitu tiada Tuhan, baru kemudian disusul dengan suatu penegasan “melainkan Allah” (Illallah), yang berarti bahwa seorang muslim dalam hidupnya harus membersihkan segala macam dan bentuk Tuhan, keyakinan, kepercayaan ataupun Aqidah dari dirinya, dan mengganti dengan Allah. Menurut Nazruddin Razak ( 1973: 162) “Yang ada dalam kalbunya hanyalah satu Tuhan, satu kepecayaan, satu keyakinaan dan satu Aqidah ialah hanya zat yang bernama Allah SWT. Satu keyakinan yang pasti bahwa kepada-Nyalah tertuju, baik sifat Rububiyyah maupun sifat Uluhiyyah. Dengan itu manusia akan terhindar dari berbagai bencana dan kesesatan, kemuadian mendapat keselamatan dan kebahagiaan hakiki dalam hidupnya. Sebab manusia hidup atas dasar kepercayaan yang dimilikinya. Kepercayaan kepada ke Esa-an Allah adalah nilai yang hak dan paling kudus” Menurut Abu A’la Al Maududi (1993: 51) “Islam yang berkeyakinan bahwa Allah menciptakan, mengendalikan dan mengatur alam semesta. Dia menciptakan manusia dan memberi semua yang dibutuhkannya untuk pembangunan dan pertumbuhan hidup. Untuk memenuhi kebutuhan materinya, Dia memberikan semua materi dan substansi yang dapat dimanfaatkan manusia. Untuk santapan rohani, kultural dan sosial manusia membutuhkan tuntunan wahyu-Nya yang diturunkan lewat Rasul-Nya, Tuntunan-Nya inilah yang membentuk Islam.” Lebih jauh Al-Maududi dalam Nazruddin Razak (1973: 162) “La Ilaha Illallah” adalah suatu konsepsi paling tinggi tentang ketuhanan (the hightest conception of godhead), suatu pengetahuan yang telah dikirimkan Allah kepada manusia disepanjang masa dengan perantara para Nabi-Nya. Itulah pengetahuan yang dimulai dari Adam ketika diutus ke bumi ini, pengetahuan yang sama pula dengan pengetahuan yang disampaikan kepada Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa a.s. Dan itulah pengetahuan yang paling penting dibawa oleh Nabi Muhammad SAW kepada seluruh manusia. Inilah satu-satunya ilmu pengetahuan yang sangat suci, tidak dicampuri oleh kebodohan. Manusia menjadi syirik, menyembah berhala dan menjadi kafir, oleh karena dia telah berpaling dari ajaran para Nabi. Kemudian menggantungkan diri kepada kesalahan fikirannya, kepalsuan taggapan-tanggapannya, atau interpretasi-interpretasi yang serba purbakala”. Pengetahuan suci inilah yang menjadi keyakinan inti dalam Islam dengan menyembah hanya satu Tuhan. Itulah Allah, Tuhan yang sesungguhnya yang patut disembah dan tempat bermohon semua makhluk dan tempat menyandarkan semua harapan . Dia tidak beranak apalagi diperanakan, karena kalau beranak atau diperanakan, maka IA masih terbatas dan butuh bantuan dari ZAT yang Maha tidak Terbatas. Sedang Allah tidak membutuhkan bantuan dari luar diri-Nya.
Ajaran tauhid dalam Islam memiliki beberapa fungsi bagi kehidupan manusia yaitu:
1. Sumber kehidupan jiwa dan pendidikan kemanusiaan yang tinggi. Allah SWT menjelaskan dalam firman-Nya:
وَمَا خَلَقْتُت اْلخِنَّ وَاْلاِنْسِ اِلاَّ لِيَعْبُدًوْنِ (الذاريت :56 )
Artinya: Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi kepada-Ku. (Adz Dzariyat:56)
Dalam tafsir Ibnu Katsir (2004: 7: 546) disebutkan bahwa maksud dari ayat tersebut adalah: “Aku ciptakan mereka dengan tujuan untuk menyuruh mereka beribadah kepada-Ku, bukan karena Aku membutuhkan mereka. Selanjutnya Ali bin Abu Thalib meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa arti dari “illah li ya’buduuni” adalah: Melainkan supaya mereka mau tunduk beribadah kepada-Ku, baik secara suka rela maupun terpaksa. Sedangkan menurut Ibnu Jarir “yakni supaya mereka mengenal-Ku”.
Eksistensi dan tujuan penciptaan manusia yang mewajibkan untuk hanya beribadah kepada Allah, bukan demi kepentingan Allah melainkan untuk kemaslahatan manusia sendiri. Keyakinan tentang keesaan Allah akan mendidik jiwa manusia untuk mengikhlaskan seluruh hidup dan kehidupannya kepada Allah semata. Apapun aktivitas manusia selayaknya hanya tujuan pengabdian kepada Allah. Hal itu menjadi dasar pembinaan karakter untuk menjadikan manusia itu jujur, suci dan teguh memegang amanah.
2. Membebaskan Manusia dari berbagai belenggu kejahatan duniawi. Allah SWT berfirman:
( الجاثية :23 ) .... اَفَرَءَيْتَ مَنِ اتَّخَذَاِلَهَهُ هَوَاهُ
Artinya: Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjdikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya ?....( Al Jaatsiyah: 23)
اَرَءَيْتَتَ مَنِ اتَّخَذَ اِلَهَهُ هَوَاهُ اَفَاَنْتَت تَكُوْنُ عَلَيَهِ وَكِيْلاَ (الفرقان : 43)
Artinya: Sudahkah engkau (Muhammad) melihat orang-orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya?..apakah engkau akan menjadi pelindungnya ?...(Al Furqan: 43).
Dalam tafsir Ibnu Katsir (2004: 7: 342) disebutkan penafsiran surah al Jatsiyah: 23 maksudnya: “orang itu bertindak berdasarkan hawa nafsunya. Jadi apa yang dianggap baik, maka ia akan kerjakan, dan apa yang dianggap jelek akan ia tinggalkan”. Kedua ayat di atas menjelaskan tentang adanya manusia yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhan. Pada satu sisi mereka cendrung mengutamakan pendapat akal dan hasil produk akal serta kebiasaan suatu masyarakat dengan mengenyampingkan ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Pada sisi lain mereka menjadikan keduniawian adalah segalanya. Kehidupan sosial yang diajarkan agama diganti dengan perbedaan berdasarkan status sosial dan kekayaan. Agama menawarkan zikir kepada Allah sebagai alternatif penyelesaian masalah dirubah dengan minuman keras, bersenang-senang dan wanita. Demikian beberapa bentuk kejahatan duniawi sebagai akibat dari memperturutkan hawa nafsu. Rasulullah bersabda dalam Munawwar chalil (1961: 136):
عَنْ اَبِىُ اُ مَا مَةَ رضي الله عنه قَالَ:قَالَ رَسُوْلُ الْلَّهِ صل الله عليه وسلم: مَاتَحْتَ ظِلِّ السَّمَاءِمِنْ اِلَهٍ يُعْبَدُ اَعْظَمُ عِنْدَاللَّهِ مِنْ هَوَى مُتَّبِعٍ (رواه لطبرنى)
Artinya: Dari Abu Umamah r.a berkata: Rasulullah SAW pernah bersabda: tidak ada dibawah naungan langit dari pada Tuhan yang disembah yang lebih besar pada sisi Allah, selain daripada hawa nafsu yang dituruti ( HR. Thabrani).
Sebaliknya Tauhid membebaskan manusia dari perbudakan dan penghambaan, baik oleh sesama manusia maupun oleh hawa nafsu dan harta benda serta jabatan dan kekuasaan. Rasulullah SAW bersabda dalam A. Zakaria (2003:1: 13).
عَنْ عَبْدِاللَّهِ بْنِ عُمَرَ رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صل الله عليه وسلم اَنَّهُ قَالَ:لاَيُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُوْنُ هَوَاهُ تَبَعَا لِمَا جِئْتُ بِهِ (رواه:الترمذى)
Artinya: Dari Abdullah bin Umar r.a, dari Nabi SAW bersabda:tidak sempurna iman salah seorang Diantaramu sehingga hawa nafsunya mengikutiajaran yang aku bawakan.(HR. Turmizi).
Tauhid hanya mengajarkan penghambaan diri kepada Allah semata. Semua yang dimiliki manusia adalah amanah dan titipan Allah untuk mencari ridhanya.
3. Membebaskan manusia dari kesesatan taqlid dan bid’ah.
Pengertian taqlid menurut Munawwar Chalil ( 1961: 350). Kata taqlid berasal dari bahasa Arab, dari kata “qallada-yuqallidu-taqlidan” artinya: menyerahkan, menghiasi, meniru, menurut seseorang atau menerima piutang. Pengertian taqlid menurut istilah dikemukakan oleh Imam Asy Syaukani dan Ash Shan’ani dalam Munawwar Chalil (1961: 351) sebagai berikut:
اَلتَّقْلِيْدُ قَبُولُ رَأيِ مَنْ لاَتَقُوْمُ بِهِ اْلحُجَّةُ (الشوكنى)
Artinya: Taqlid adalah menerima pendapat orang yang tidak berdiri dengan hujjah.( Asy Syaukani)
اَلتَّقْلِيْدُ هُوالاَخْذُ بْقَوْلِ اْلغَيْرِ مِنْ غَيْرٍحُجَّةٍ
Artinya: Taqlid ialah mengambil pada perkataan orang lain yang tidak dengan hujjah. (Ash Shan’ani)
Menurut A. Hassan (2005: 493) taqlid ialah: meniru, mengerjakan, menerima sesuatu hukum dari seseorang dengan tidak mengetahui alasannya dari al Qur’an atau Sunnah”. Lebih jauh A. Hassan ( 2005: 493) mencontohkan bentuk taqlid “Kalau seorang berkata atau menjawab: ini halal itu haram, ini sunnah, itu makruh, ini boleh, itu tidak boleh dan sebagainya dengan tidak membawakan alasan Qur’an atau hadits, atau membawakan alasan tetapi dari perkataan kiyai, orang alim, atau imam saja, dan penanya itu kalau menerima itu dinamakan mukallid, yakni orang yang bertaqlid”. Intinya, taqlid adalah mengamalkan suatu amalan agama yang hanya mencontoh dari seseorang tanpa mengetahui dalilnya, maka yang demikian adalah taqlid buta. Taqlid dalam agama bisa mengarahkan seseorang menjadi syirik. Allah SWT menjelaskan dalam firman-Nya:
Artinya: Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al masih putera Maryam, Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan(At-Taubah: 31).
Menurut A. Hassan (2005: 524) dan Munawwar Chalil (1961: 356) bahwa ayat tersebut dijelaskan oleh hadits dari Sahabat Ady bin Hatim “Aku pernah datang kepada Rasulullah SAW pada leherku ada salib, maka beliau bersabda kepadaku: “hai Ady lemparkan arca ini dari lehermu dan jangan kamu pakai lagi, kemudian beliau membaca ayat at Taubah: 31. Ady berkata: Aku berkata: ”ya Rasulullah, kami tidak menjadikan Tuhan-tuhan kepada pendeta itu, Nabi SAW bersabda: Bukankah mereka menghalalkan barang yang diharamkan Allah atas kamu, lalu kamu menghalalkannya? dan mereka mengharamkan atas kamu barang yang dihalalkan Allah kepadamu, lalu kamu mengharamkannya? kata Ady “bahkan, Ya Rasulullah. Nabi menjawab: Demikian itulah menyembah mereka”.
Dengan riwayat ini jelas bahwa yang dinamakan menganggap atau menjadikan Tuhan selain Allah, tidak saja menyembah selain Allah, tetapi menuruti orang lain atau bertaqlid saja kepada orang yang dipandang sebagai kepala atau pemimpin agama dengan menyalahi pimpinan Allah itu termasuk menyembah atau mengabdi selain kepada Allah (SYIRIK). Seperti orang yang taqlid selalu percaya serta patuh mengikuti suatu urusan atau hukum yang tidak diperintahkan atau dilarang Allah. Taqlid menyebabkan jiwa dan fikiran serta keyakinan seorang hamba terjajah dan terpenjara oleh keyakinan yang salah. Sedangkan Tauhid memberikan kebebasan jiwa dan fikiran untuk senantiasa mencari dan mendalami pemahaman agama berdasarkan sumbernya yaitu al Qur’an dan Hadits Nabi.
Adapun bid’ah tidak lebih baik dari taqlid menurut Zakaria (2003: 23) Bid’ah adalah: “Mengada-ada sesuatu dalam agama, baik aturan, ketentuan atau tradisi keagamaan yang tidak dicontohkan oleh Nabi”.
Menurut Imam Asy Syathibi bid’ah adalah: Gambaran atau suatu perjalanan dalam agama yang diada-adakan, yang menyerupai syara, dimaksud dengan itu supaya bersungguh-sungguh berbakti kepada Allah (Zakaria: 22). Pengarang kitab “Tariqah muhmudiyyah” menjelaskan pengertian bid’ah dalam Munawwar Chalil (1961: 232) berikut:
هُوَالزِّيَادَةُ فِى الدِّيْنِ اَوِالنُّقْصَانُ مِنْهُ الحَادِثَاَنِ بَعْدَ الصَّحَابَةِ بِغَيْراذْ نٍ مِنَ الشَّارِعِ لاَقَوْلاٌ وَلاَفِعْلاً وَلاَصَرِيْحًا وَلاَاِشَارَةً
Arinya: Yaitu tambahan dalam agama atau pengurangan dari padanya, yang kedua-duanya baru terjadi sesudah masa Sahabat dengan tidak ada izin dari syar’i itu, tidak dengan perkataan, tidak dengan perbuatan tidak dengan terang dan tidak dengan isyarat.
Mengada-adakan ataupun mengurangi sesuatu dalam agama yang tidak ada contoh dari Rasulullah atau amalan sahabat dengan maksud berbagai alasan, adalah bid’ah. Tentunya yang dimaksud adalah bid’ah dalam urusan agama. Semua bid’ah dalam agama adalah sesat, dan lawan dari bid’ah adalah sunnah. Setiap satu bid’ah yang muncul maka satu sunnah yang mati, dan setiap sunnah muncul maka bid’ahlah yang mati. Islam tidak mengenal bid’ah hasanah, sebab bila ada bid’ah hasanah maka tentu lawanya sunnah sayyiah, sedang sunnah sayyiah tidak ada, karena semua sunnah itu baik sehingga Rasulullah dan sahabatnya mengamalkan, bila amalan itu tidak baik tentulah Rasulullah tidak akan mengamalkan.
Bid’ah bukan saja tertolak dan sesat yang menyebabkan terbelenggunya jiwa tauhid seorang hamba, tetapi bid’ah juga berarti menganggap Rasulullah menghianati risalah Allah, karena masih ada yang baik dalam agama belum disampaikan Rasulullah padahal agama menurut surah Al-Maidah: 3 telah sempurna. Imam Malik bin Anas mengatakan dalam Munawwar Chalil (1961: 286):
مَنِ ابْتَدَعَ فِى اْلاِسْلاَمِ بِدْعَةًيَرَاهَاحَسَنَةً فَقَدْ زَعَمَ اَنَّ مُحَمَّدًا خَانَ الرِّسَالَة
Artinya: Barang siapa mengada-adakan suatu bid’ah di dalam Islam yang memandang bid’ah itu hasanah, maka sesungguhnya menganggap Muhammad telah berkhianat akan risalah Tuhan.
Bid’ah juga adalah bentuk penipuan terhadap Allah, Rasulullah dan umat Islam. Dalam hadits Daruquthni yang berasal dari sahabat Anas bin Malik ra berkata:
قَاَلَ رَسُوْلُ اللَّهِ صل الله عليه وسلم: مَنْ غَشَّ اُمَّتِى فَعَلَيْهِ لَعْنَةُاللَّهِ وَلمَلَا ئِكَةِ وَالنَّاسِ اَجْمَعِيْنَ قِيْلَ يَارَسُولَ اللَّهِ وَمَا اْلغَشُّ ؟ قَالَ: اَنْ يَبْتَدِعَ بِدْعَةً فَيَعْمَلُ بِهَا
Artinya: Rasulullah SAW bersabda: siapa yang menipu terhadap ummatku, maka baginya laknat Allah, malaikat dan semua manusia. Rasulullah ditanya,”wahai Rasulullah, apakah gasy itu ? beliau menjawab “ mengada-adakan bid’ah serta mengamalkannya. ( A. Zakaria: 2005:17.
Demikianlah bahaya penjajahan taqlid dan bid’ah yang membunuh jiwa agama manusia, pelakukunya dan orang-orang yang mengikutinya. Berbeda halnya dengan tauhid akan menerangi dan membebaskan manusia dari kesesatan dalam menerima dan mengamalkan agama serta mempersulit hidup.
4. Membebaskan manusia dari ketakutan dan duka cita dalam kemiskinan harta.
Ketakutan yang berlebihan tentang kekurangan harta atau kemiskinan dan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dan kasih sayang kepada anak yang banyak adalah momok yang menakutkan bagi sebahagian orang termasuk kaum muslimin, baik yang masih bujang, baru menikah atau telah lama menikah. Ada yang dengan rela menggadaikan keyakinannya demi harta, sesuap nasi dan jabatan yang menjanjikan kesejahteraan.
Seringkali, beranak banyak adalah alasan logis bagi manusia penakut dan pasimis untuk membatasi kelahiran. Berapa banyak yang memandang bahwa peledakan penduduk adalah alasan kemiskinan suatu negara. Tidak sedikit orang berebut jabatan sekalipun harus berdusta demi alasan kesejahteraan. Adakah hasil penelitian yang bisa menjamin bahwa anak satu atau tidak beranak itu menjamin keluarga tersebut sejahtera, dan beranak banyak berarti sengsara dan miskin? adakah yang bisa membuktikan dengan objektif bahwa negara yang berpenduduk banyak akan miskin dan terbelakang, sedang negara yang berpenduduk sedikit akan kaya dan maju? Adakah yang bisa membuktikan bahwa menjadi pejabat akan menjamin kebahagiaan lahir batin keluarganya, sedang petani merupakan wujud tidak adanya kebahagiaan keluarga? yang ada hanya “slogan KB” sebagai solusi kesejahteraan yang terlalu dibesar-besarkan. Pada hal tong kosong itu selalu bunyinya nyaring. Coba renungkan hasil penelitian dari sebab kemiskinan negeri Ethopia sampai tahun 1985 yang diperkirakan lebih dari setengah juta manusia mati karena kelaparan. Menurut Nabil Subhi ath Thawil (1985: 7-9): “Yang tidak diceritakan oleh reporter ialah kenyataan bahwa kelaparan di Ethopia yang berpenduduk muslim. Bantuan luar negeri yang disalurkan lewat pemerintah dijual ke pasar bebas. Colonel Mangestu Haile Mariam (penguasa Ethopia) memandang kelaparan didaerah muslim sebagai hukuman karena memberontak pada pemerintah yang sah. Ketika jutaan penduduknya kelaparan justru Mangestu menghabiskan 2 milliyar dollar untuk membeli senjata. Di bulan september ia habiskan lebih 40 juta dollar untuk membangun monumen, patung dan podium. Untuk menjamu tamu dalam acara komfrensi puncak Organization African Unity ia kirim kapal ke Inggris untuk mengangkut 500.000 botol wiski scotch disaat mana rakyatnya meregang kelaparan”. Dan banyak lagi contoh negara-negara yang berpenduduk sedikit dengan perkapita negara yang besar tetapi rakyatnya banyak yang miskin. Dikutukkah mereka? yang jelas siklus ekonominya rancu, manegemen keuangan negara yang terpusat pada orang dan golongan tertentu, dengan menjadikan jumlah penduduk dan anak banyak sebagai alasan dan momok yang menakutkan.
Adapun orang yang bertauhid akan menyakini bahwa Allah adalah Pemberi rizki kepada semua makhluknya apalagi terhadap manusia. Burung yang di angkasa, ikan di laut dan manusia di darat semua mendapat jatah rizki dari Allah. Maka jangan menjadikan peledakan penduduk dan banyak anak sebagai kendala kesejatraan melainkan sebagai ujian untuk mengangkat harkat dan martabat hamba-Nya.
وَلَنَبْلُوَ نَّكُمْ بِشَيْىءٍ مِنَ اْلخَوْفِ وَاْلجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ اْلاَمْوَالِ وَاْلاَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّبِرِيِنَ (البقرة:155)
Artinya: Dan Kami pasti akanmenguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah khabar gembira kepada orang-orang yang sabar ( Al Baqarah: 155).
Allahlah yang melapangkan rizki bagi yang dikehendaki-Nya dan Allah juga yang membatasi rizki-Nya bagi yang dikehendakinya, Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui siapa yang akan dilapangkan rizki dan siapa yang disempitkan rizkinya sesuai Ilmu dan Rencana Allah sendiri. Kewajiban manusia hanya bekerja, berusaha dan berdo’a, dan Allahlah yang menentukan. Tauhid membebaskan manusia dari ikatan kursi, jabatan, jumlah penduduk dan jumlah anak. Uus Muhammad Rukiat (2014: 3 ) mengatakan: ” Menikmati hidup mestinya tidak sulit selama didasarkan kepada paradigma hidup yang benar. Namun kenapa kebanyakan orang yang merasakan sulit untuk menikmati hidup, ternyata yang menjadi penyebabnya adalah mereka salah menetapkan pola pikir dan paradigma hidup”. Dan paradigma hidup yang benar adalah TAUHID.
5. Membebaskan manusia dari perasaan takut mati
Salah satu penyakit yang berbahaya adalah “wahn” yaitu takut mati. Karena pengaruh penyakit ini banyak orang yang enggan melakukan amar ma’ruf nahi mungkar dan mundur dari semangat untuk menegakkan keadilan dan kejujuran. Muncullah kesaksian palsu demi menghindari kematian.
Penyakit takut mati muncul sebagai akibat dari kecintaan yang berlebihan terhadap kebendaan: harta, keluarga dan anak. Mereka merasa susah payah memperolehnya dan menghendaki waktu yang panjang untuk menikmati dalam kebersamaan.
Penyakit ini bukan saja berbahaya bagi suatu pribadi, tetapi juga berbahaya bagi suatu kaum bahkan ummat sendiri. Salah satu penyebab kemunduran dan keterbelakangan ummat Islam adalah mewabahnya penyakit takut mati dikalangan umatnya. Orientasi pahala dan kebahagian akhirat ditukar dengan kebiasaan menumpuk harta untuk kebahagian nisbi di dunia. Janji pahala dan kebahagian akhirat bagi orang yang berjihad di jalan Allah diganti dengan sikap membeo, pasimis dan menerima bagaimana baiknya dan penakut, bahkan yang lebih parah ikut-ikutan membenarkan berkembang dan dilegalkannya kebathilan.
Mati adalah pintu gerbang bagi setiap makhluk menuju alam akhirat. Mati adalah sesuatu yang paling dekat dengan manusia, tanpa dicari dia tanpa dikejar dia akan datang sendiri, dan tidak ada satu orangpun yang bisa memajukannya atau sanggup menundanya. Adapun keyakinan Tauhid akan menumbuhkan keberanian untuk menegakkan keadilan dan kejujuran serta menghancurkan kebathilan, karena adanya keyakinan bahwa hidup dan matinya seorang hamba telah ditetapkan dan menjadi otoritas Allah. Sekalipun semua orang menghendaki seseorang untuk mati bila belum dikehendaki Allah, maka mustahil kematian akan menjemputnya. Sekalipun semua orang bermohon agar kematian seseorang ditunda tetapi bila Allah menghendaki, maka kematian pasti akan menjemputnya.
وَلَنْ يُؤَخِّرَاللَّهَ نَفْسًا اِذَاجَاءَاَجَلُهَا وَاللَّهُ خَبِيْرٌبِمَاتَعْمَلُوْنَ (المنفقون :11)
Artinya: Dan Allah tidak akan menunda (kematian) sesorang apabila waktu kematiannya telah datang. Dan Allah Maha Teliti terhadap apa yang kemu kerjakan. ( QS. Al Munafiqun: 11)
6. Membebaskan manusia dari keluh kesah dan putus asa.
اِنَّ اْلاِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعَا – اِذَ مَسَّهُ اْلشَّرُّجَزُوْعًا ( المعارف: 19-20 )
Artinya: Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat suka mengeluh.- Apabila ditimpah kesusahan, ia berkeluh kesah. ( Qs. Al Ma’arif: 19-20)
Menurut tafsir Ibnu Katsir (2008: 8: 289) maksud dari ayat di atas adalah: “jika ditimpa oleh suatu hal yang menyusahkan, maka dia akan gusar dan mengeluh. Hatinya pun akan menjadi hancur karena rasa takut yang luar biasa menyeramkan dan putus asa dari mendapat kebaikan”. Namun tauhid akan membebaskan manusia dari perasaan keluh kesah. Dengan tauhid seseorang memiliki jiwa besar, tenang dan tuma’ninah. Tauhid memberikan kebahagian hakiki pada manusia di dunia dan akhirat kelak.
B. KONSEP AQIDAH KRISTEN
Agama Kristen adalah salah satu agama besar dunia. Menurut kamus injil kata kristen berasal dari bahasa Yunani yaitu “Kristus”. Kristus dalam kamus injil (tt: 346) Kristus terjemahan dari bahasa Ibrani “Masyiakh atau Masias” (Al- Masih) artinya: “ yang diurapi oleh Tuhan”. Yesus disebut Kristus karena dialah yang dipilih Allah menjadi penyelamat dan Tuhan.
Agama Nasrani yang dibawa oleh Nabi Isa a.s adalah salah satu agama samawi yang mengesakan Allah, menjadikan Isa Al Masih sebagai Nabi dan Kitab Injil sebagai kitab sucinya. Menurut Marzdedeq (2005: 286) Paham aliran Arius berkata bahwa: Logos yang turun dan menjelma Yesus itu benar-benar berwujud manusia dan tidak berwujud setengah Tuhan. Ia turun sebagai penginjil semata. Yesus adalah makhluk Tuhan yang derajatnya di atas segala ketinggian. Yesus juga merupakan makhluk Tuhan yang sulung.
Menurut Marzdedeq (2005: 287) Aliran Nasturiyah, berdasarkan paham dari Nastur seorang Patriah Konstantinopel pada tahun 431 M. Nastur mengatakan bahwa sebenarnya Yesus itu manusia biasa. Ia dianggap anak Tuhan karena keakrabannya pada Tuhan. Anak Tuhan itu hanya arti majazi bukan arti sebenarmya.
Seiring dengan perjalanan waktu, terjadilah perubahan dimana agama yang membawa ajaran tauhid berubah menjadi ajaran trinitas (tiga tuhan). Aqidah Kristen yang berkembang terdiri dari dua bentuk yang menjadi satu. Satu sisi Aqidah mereka diambil dari syariat Nabi Musa yang termaktub dalam kitab perjanjian lama, dan pada sisi lain ajaran Yesus dan para Rasul yang terdapat di dalam kitab perjanjian baru.
Aqidah dalam perjanjian lama terdapat dalam Injil kitab Keluaran pasal 20: 1-17 mencakup 10 hukum Taurat yaitu:
- Lalu Allah mengucapkan segala firman ini:
- “Akulah Tuhan, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan.
- Jangan ada padamu Allah lain di hadapanKu.
- Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi.
- Jangan sujud menyembah kepadanya sebab Aku, Tuhan, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan Bapa kepada anak-anakNya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari oang-orang yang membenci Aku,
- tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang pada perintah-perintahKu.
- Jangan menyebut nama Tuhan, Allahmu, dengan sembarangan, sebab Tuhan akan memandang bersalah orang yang menyebut namaNya dengan sembarangan.
- Ingatlah dan kuduskanlah hari sabat:
- Enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan pekerjaanmu,
- Tetapi hari ketujuh adalah hari sabat Tuhan, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engakau atau anak laki-laki, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu.
- Sebab enam hari lamanya Tuhan menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya Tuhan memberkati hari sabat dan mengkuduskannya.
- Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan, Allahmu, kepadamu.
- Jangan membunuh.
- Jangan berzina.
- Jangan mencuri.
- Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu.
- Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini istrinya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apapun yang dipunyai sesamamu.
Keyakinan Aqidah Kristen menurut perjanjian lama masih ada keyakinan Tauhid seperti yang tersebut dalam kitab Imamat pasal 19 ayat 1-4: (1) Tuhan berfirman kepada Musa. (2)” Berbicaralah kepada segenap jamaah Israil dan katakan kepada mereka: Kuduslah kamu, sebab Aku TUHAN, Allahmu, kudus. (3) Setiap orang diantara kamu haruslah menyegani ibunya dan ayahnya dan memelihara hari-hari sabat-Ku; Akulah Tuhan, Allahmu. (4) Janganlah kamu berpaling kepada berhala-berhala dan janganlah membuat bagimu dewa tandingan, Akulah TUHAN, Allahmu. Hal yang senada juga terdapat dalam kitab Ulangan pasal 6 ayat 4-9: (4) Dengarlah hai orang-orang Israel: TUHAN itu Allah kita, Tuhan itu Esa. (5) Kasihanilah TUHAN Allahmu dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. (6) Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan. (7) Haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan mem-bicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. (8) Harus juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu. (9) dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.
Keyakinan Aqidah kristen bila tetap konsisten dengan ajaran Nabi Musa dalam perjanjian lama maka masih banyak ajarannya terutama tentang tauhid yang mirip dengan tauhid dalam Islam.
Akan berbeda halnya bila Aqidah kristen sudah didominasi oleh kitab perjanjian baru, maka bukan saja banyak yang berubah dari ajaran Aqidah pada perjanjian lama, tetapi juga bertentangan.
Adapun Aqidah kristen yang kedua adalah Aqidah yang berdasarkan pada kitab perjanjian baru lebih didominasi oleh ajaran trinitas.
Menurut Rifa’i (1976: 52-53) Pokok ajaran agama Kristen yang ada sekarang ialah sebagaimana termaktub dalam syahadat 12 (Credo para Rasul) yaitu :
- Aku percaya akan Allah, Bapa yang mahakuasa, pencipta langit dan bumi.
- Dan akan Yesus Kristus, Putranya yang tunggal Tuhan kita.
- Yang dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh perawan Maria.
- Yang menderita sengsara dalam pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, wafat dan dimakamkan.
- Yang turun ke tempat penantian, pada hari ketiga bangkit dari antara orang mati.
- Yang naik ke surga duduk di sebelah kanan Allah Bapa yang mahakuasa.
- Dari situ Ia akan datang mengadili orang yang hidup dan mati.
- Aku percaya akan Roh Kudus.
- Gereja Katolik yang kudus, persekutuan para kudus.
- Pengampunan dosa.
- Kebangkitan badan.
- Kehidupan kekal. Amin.
Kecuali syahadat yang dua belas tersebut, undang-undang sepuluh dari Nabi Musa juga dianggap menjadi ajaran yang pokok oleh Agama Nasrani.
Keyakinan Aqidah Kristen ketika Nabi Isa masih hidup tidak jauh berbeda dengan ajaran agama para nabi sebelumnya. Akan tetapi Nasrani di belakang Nabi Isa a.s telah menjadikan agama Tauhid yang suci menjadi agama musyrik, mirip dengan agama berhala, menjadi trinitas, bertuhan tiga, yaitu menuhankan Nabi Isa dan Ruhul Kudus di samping Allah SWT.
1. Sejarah Trinitas
Menurut Hakim (2004: 91) Pengajaran yang asli dari Nabi Isa a.s. ialah Tauhid yang suci; yaitu menuhankan Allah Yang Maha Esa, seperti kepercayaan dalam seluruh agama samawi dan juga telah diajarkan juga oleh Nabi-Nabi sebelumnya. Akan tetapi Nasrani di belakang Nabi Isa a.s telah menjadikan agama Tauhid yang suci menjadi agama musyrik, mirip dengan agama berhala, menjadi trinitas, bertuhan tiga, yaitu menuhankan Nabi Isa dan Ruhul Kudus di samping Allah SWT.
Menurut Marzdedeq (2005: 288) Paham Trinitas adalah warisan dari agama purba yang akhirnya diambil alih agama Hindu Dharma dan Nashrani, lalu dijadikan asas keyakinannya.
Menurut Marzdedeq (2005: 289-290) Pada tahun 325 M konsili di Nikea, diputuskan bahwa Tuhan Anak sederajat dengan Tuhan Bapak. Paham ini diperjuangkan oleh Athanasius, patriah Iskandariyah (295-395). Pada konsili/muktamar itu paham Arius dicekam. Pihak yang tidak setuju muktamar ini mengadakan Konsili Sur yang memutuskan bahwa Tuhan itu Maha Esa dan Yesus itu hanya utusannya. Gereja dan penguasa mengecam Konsili Sur dan menganggapnya konsili liar.
Pada tahun 381 M konsili di Konstantinopel memutuskan mendukung konsili Nikea dan memutuskan pula bahwa Roh kudus itu Tuhan.
Pada tahun 421 M konsili di Cyrilus membawakan ajaran ketuhanan Maria. Maria itu adalah theodokos, ibu Tuhan. Kemudian pada tahun 431 M di Epheseus (Evereus) memutuskan bahwa Bunda Maria melahirkan Tuhan yang bertabiat dua, yaitu ketuhanan dan kemanusiaan. Beberapa tahun kemudian di tempat yang sama diadakan pula konsili yang mendukung Discoris yang mengatakan bahwa Yesus itu bertabiat satu, paduan ketuhanan dan kemanusiaan.
Pada 451 M diadakan konsili di Chalecdon yang hasilnya memutuskan mendukung konsili Epheseus I dan menolak keputusan Epheseus II.
Pada tahun 553 M di Konstantinopel III memutuskan bahwa Yesus mempunyai dua tabiat dan dua kemauan, melaknat monotheit dan melaknat paham Maroit yang beranggapan bahwa Yesus mempunyai dua tabiat dan satu kemauan.
Pada tahun 869 M di Roma diputuskan bahwa Roh Kudus memancar dari Tuhan Bapak dan Tuhan Anak. Segala persoalan yang ada hubungannya dengan ketuhanan dan syariat Nasrani harus disampaikan pada gereja Roma. Semua Nasrani di seluruh muka bumi harus tunduk pada keputusan gereja Roma.
Pada 879 M di Konstantinopel yang diketahui Patriah Gereja Konstantinopel “Fosios” diputuskan bahwa Roh kudus itu hanya dari Tuhan Bapak.
Menurut Rifa’i (1976: 57-58) yang menguti dari buku Pengajaran Gereja Katolik halaman 101-102 sebagai berikut:
Bapa, Putra dan Roh Kudus adalah tiga pribadi. Ketiga pribadi itu sudah mewahyukan dirinya pada permandian Yesus. Bapa telah mengutus Putra kedunia: Putra telah menjadi manusia dan telah menebus dosa kita; Roh Kudus telah turun atas Gereja dan mensucikan kita. Kita telah dipermandikan atas nama Bapa, Putra dan Roh Kudus.
Ketiga pribadi itu masing-masing adalah sungguh Allah. Seperti Bapa demikian Putra dan Roh Kudus adalah maha kudus dan mahakekal. Karena itu Bapa, Putra dan Roh Kudus disembah dan dimuliakan yang sama. Tetapi Pribadi itu hanyalah satu Allah saja, mempunyai satu pengetahuan Ilahi, satu kehendak Ilahi, satu kehidupan Ilahi dalam kebahagiaan yang tak terhingga. Allah yang Esa dalam tiga Pribadi itu kita sebut Allah Tritunggal Yang Mahakudus.
Kebesaran Allah yang Esa dalam tiga Pribadi itu adalah rahasia iman kita yang paling besar, kita tidak dapat memahaminya, untuk itu diperlukan akal Ilahi. Akal kita belum lagi dapat memahami semua ciptaan yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, apalagi mau menduga Allah. Kita tak akan mengetahui, bahwa dalam Allah itu ada tiga pribadi, sekiranya Kristus tidak mewahyukan rahasia rahasia itu kepada kita.
Menurut Rifa’i (1976: 58) mengutip dari buku Inti Sari Iman Kristen halaman 88 bab 35 tentang Tritunggal antara lain dikemukakan:
Di dalam Alkitab dan di dalam iman Rasul dikatakan tentang Allah Bapa, tentang Yesus Kristus dan tentang Roh Kudus. Itu sekali-kali tidak berarti, bahwa kita percaya kepada tiga Tuhan. Bersama-sama dengan umat Israel Gereja mengakui bahwa hanya ada satu Allah yang Esa adanya.
Tetapi Allah yang Esa itu memperkenalkan dirinya sebagai Allah di atas kita (Allah Bapa), sebagai Allah bersama kita (yakni di dalam Yesus Kristus), dan sebagai Allah di dalam kita (yaitu Roh Kudus). Ketiga-tiganya tidak dapat dipisah-pisahkan satu sama lain, namun dibeda-bedakan juga. Itulah yang dimaksudkan dengan istilah Tritunggal. Dengan istilah itu sekali-kali tidak dimaksudkan bahwa kita sanggup memecahkan rahasia tentang diri Allah. Hakikat Allah tak dapat ditangkap dengan akal budi manusia atau diterangkan dalam satu rumus.
2. Dalil Ketuhanan Trinitas dalam Injil
Keyakinan bahwa Yesus adalah salah satu Tuhan yang diyakini dalam Kristen, selain dari Allah terdiri dari beberapa macam, mulai dari Yesus sang penyelamat dan penebus dosa, Yesus anak Allah dan Yesus salah satu pribadi dari tiga pribadi trinitas.
Pada pengkultusan terhadap Yesus sebagai juru selamat, dijelaskan dalam surat Paulus kepada Titus pasal 2 ayat 11-15: (11) Karena kasih kurnia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata. (12) Ia mendidik kita supaya meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini. (13) dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan pernyataan kemuliaan Allah yang Maha Besar dan juru selamat kita Yesus Kristus. (14) yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk mengkuduskan bagi diri-Nya suatu umat kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik.
Dalam ayat-ayat di atas dipahami bahwa Allah adalah penyelamat pertama bagi manusia, dan untuk mencapai kesempurnaan kebahagiaan dari terhapusnya dosa-dosa maka keberadaan Yesus menjadi juru selamat di alam nyata sekaligus penebus dosa warisan manusia. Dosa warisan dalam keyakinan Kristen adalah kesilafan Adam dan Hawa memakan buah larangan dalam Surga. Hal ini tersebut dalam kitab kejadian pasal 3 ayat 11-13: (11) Firman-Nya: “Siapakah yang memberitahukan kepadamu, bahwa engkau telanjang? apakah engkau makan dari buah pohon, yang Kularang engkau makan itu?” (12) Manusia itu (Adam) menjawab: “Perempuan yang Kau tempatkan disisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan. (13) Kemudian perfirmanlah Tuhan Allah kepada perempuan itu: “Apakah yang telah kau perbuat itu? “jawab perempuan itu: “ular itu yang telah memperdayakan aku, maka kumakan”. Dari peristiwa tergelincirnya Adam dan Hawa yang memakan buah larangan akibat tipu daya syaithan yang diyakini dalam keyakinan Kristen sebagai dosa pertama manusia yang diwariskan secara turun temurun. Maka ketika Yesus mengorbankan dirinya hal itu dianggap sebagai penebus dan penghapus dosa warisan. Adapun pengkultusan yang menganggap bahwa Yesus adalah anak Tuhan ada beberapa versi dan latar belakangnya.
Versi pertama dalam Aqidah trinitas adalah pengakuan tentang yesus sebagai anak Tuhan setelah terjadi tanda kenabian, seperti termaktub dalam kitab Lukas pasal 3: ayat 21-22: (21) Ketika seluruh orang banyak itu telah dibaptis dan ketika Yesus juga dibaptis dan sedang berdoa, terbukalah langit. (22) dan turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atas-Nya dan terdengarlah suara dari langit: “Engkaulah anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan. Hal yang senada juga terdapat pada kitab Markus pasal 1 ayat 9-11, hanya yang membedakannya terdapat dalam ayat 10: Pada saat ia keluar dari air. Di injil Lukas Yesus sedang berdoa. Demikian juga nada yang sama terdapat dalam kitab Matius ayat pasal 3 ayat 13-17 dan Yohannes pasal 1 ayat 32-34. Kesemua kitab tersebut sama menjelaskan tentang penobatan Yesus sebagai anak Allah.
Pada versi kedua dalam Aqidah trinitas adalah ramalan kelahiran Yesus sebagai anak Allah termaktub dalam kitab Lukas pasal 1 ayat 31-32: (31) Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. (32) Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Maha Tinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya tahta Daud, bapak leluhurnya. Artinya Yohannes sendiri telah memperkirakan akan terjadi pada diri Yesus.
Versi ketiga pengakuan tentang Yesus anak Allah setelah Yesus memperlihatkan mu’jizatnya, seperti tersebut dalam kitab Matius pasal 14 ayat 25, 26, 27, 32 dan 33: (25) Kira-kira jam tiga malam datanglah Yesus kepada mereka berjalan di atas air. (26) ketika murid-murid-Nya melihat Dia berjalan di atas air, mereka terkejut dan berseruh “itu hantu”, lalu berteriak-teriak karena takut. (27) tetapi segera Yesus berkata kepada mereka “Tenanglah! Ini Aku, jangan takut”. (32) Lalu mereka naik ke perahu dan anginpun redalah. (33) dan orang-orang yang ada di perahu menyembah Dia, mereka berkata: “Sesungguhnya engkau Anak Allah.”
Pengakuan bahwa Yesus anak Allah menurut ayat-ayat di atas muncul terkait adanya kejadian luar biasa yang dialami Yesus yaitu mampu berjalan di atas air. Padahal yang demikian adalah salah satu dari kemukjizatan seperti Nabi Musa yang mampu membelah laut. Namun ada juga pengakuan dan pembenaran kalau Yesus adalah anak Allah muncul dari pembenaran Yesus sendiri, seperti yang dijelaskan di dalam kitab Matius pasal 16 ayat 15-17:
(15) Lalu Yesus bertanya kepada mereka “ tetapi apa katamu, siapakah Aku ini ? (16) Maka jawab Simon Petrus: “Engkau adalah Masias, anak Allah yang hidup”. (17) Kata Yesus kepadanya “berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang mengatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang ada di Surga”. Pengakuan Bapa-Ku yang dimaksud Yesus di sini adalah seperti pengakuan bahwa Yesus adalah Anak Allah, dimana Yesus sendiri membenarkannya.
Versi terakhir tentang Aqidah trinitas (Kristen) adalah Yesus merupakan salah satu pribadi dari tiga pribadi (trinitas) sebagaimana dijelaskan dalam Surat kepada orang Ibrani pasal 1 ayat 2-3: (2) Maka zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantara anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta. (3) Ia adalah cahaya kemulian Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan. Dan setelah Ia selesai mengadakan penyucian dosa, Ia duduk di sebelah kanan Yang Maha Besar di tempat yang Tinggi ”Eksistensi Yesus dalam ayat ke 2 menggambarkan kalau ia adalah anak Allah yang menjadi perantara antara Allah dengan manusia, sedangkan Allah adalah pencipta dan pemelihara alam semesta. Pada ayat kedua dijelaskan bahwa Yesus adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah, sebagaimana tersebut dalam Ibrani pasal 1 ayat 5: Karena kepada siapakah diantara malaikat-malaikat itu pernah Ia (Allah) katakan “anak-Ku Engkau. Engkau telah kuperankkan pada hari ini?” “Aku akan menjadi bapak-Nya dan Ia akan menjadi anak-Ku”. Yesus akan duduk disisi Kanan Allah di surga setelah melalui masa pensucian yaitu pengorbanan untuk menebus dosa manusia.
Inilah konsep Aqidah Kristen yang berbentuk trinitas, yaitu Tuhan Bapa, Roh Kudus dan Tuhan anak. Ajaran ini sangat identik dengan ajaran trinitas dalam mitos Yunani, Zeuz Tuhan Bapak, istrinya yang manusia dan Herkules manusia separuh Tuhan yang akan sempurna duduk bersama bapaknya setelah melalui berbagai tantangan hidup sebagai wujud penucian diri.
C. SUATU ANALISA DAN BANTAHAN TERHADAP AQIDAH KRISTEN
1. Analisa dan Bantahan dari kitab Injil
Ketika Nabi Yahya atau yang dikenal di Injil dengan nama Yohannes masih hidup, Yohannes sendiri mengangkat kesaksian (baptis) bahwa Yesus adalah manusia biasa yang dimuliakan Allah sebagaimana termaktub dalam kitab Matius pasal 3 ayat 13-15: (13) Pada waktu itu tampillah Yohannes pembaptis di padang gurung Yudea mencegah Dia (yesus), katanya “akulah yang perlu dibaptis oleh-Mu, dan Engkau yang datang kepadaku?”. (14) Lalu Yesus menjawab, kata-Nya kepadanya “biarlah hal itu terjadi karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah”.(15) “dan Yohannespun menurut-Nya.” keyakinan itu tetap berlangsung disaat yesus masih hidup, dan ini bertentangan dengan ramalan Yohannes dalam kitab Lukas pasal 1 ayat 31-32 di atas. Dan ini didukung dengan pengakuan umat bahwa Yesus adalah Nabi sebgaimana disebutkan dalam kitab Matius pasal 21: 10-11: (10) “Dan ketia Ia masuk Yerussalem, gemparlah seluruh kota itu dan orang-orang berkata “siapakah orang ini?” (11) Dan orang banyak itu menyahut: “inilah nabi yesus dari Nazaret di Galilea”. Demikian juga tersebut dalam Matius pasal 13 ayat 54-57: (54) “ Setibanya ditempat asal-Nya, yesus mengajarkan orang-orang disitu di rumah ibadat mereka dan berkata: “Dari manakah diperoleh-Nya hikmah itu dan kuasa untuk mengadakan mukjizat-mukjizat itu? (55) Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas ? (56) Dan bukankah saudara-saudara-Nya perempuan semuanya ada bersama kita? jadi darimana diperoleh-Nya?, (57) “Lalu mereka kecewa dan menolak Dia, maka yesus berkata kepada mereka: “Seorang Nabi dihormati dimana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri dan di rumahnya”. Pernyataan Yesus bahwa dirinya adalah Nabi sebagaimana Nabi sebelumnya bertentangan dengan pengakuan dan pembenaran Yesus sendiri kalau dia Anak Allah sebagaimana diuraikan dari kitab matius pasal 16 ayat 15-17 di atas. Sedangkan Matius 13: 54-57 merupakan Ayat-ayat yang membuktikan pengakuan Yesus kalau dirinya adalah Nabi yang diberi mukjizat dan diusir serta dimusuhi oleh kaumnya sebagaimana nasib para Nabi sebelumnya. Bahkan Yesus sendiri mendakwakan dan mengajarkan ajaran Nabi Musa dalam Taurat sesuai keterangan dalam kitab Matius pasal 22 ayat 34 sampai 50: (34) Ketika orang-orang Farisi mendengar, bahwa yesus telah membuat orang-orang Saduki itu bungkam, berkumpullah mereka. (35) dan seorang dari mereka , seorang ahli Taurat bertanya untuk mencobai Dia. (36) “Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat? (37) Jawab Yesus kepadanya: “Kasihanilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. (38) itulah hukum yang terutama dan yang pertama. (39) dan hukum kedua , yang sama dengan itu ialah: Kasihanilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. (40) pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para Nabi. Ini sangat jauh perbedaannya dengan maksud ayat 2-3 pada kitab Ibrani pasal 1 kalau Yesus bukan Nabi tapi manusia separuh tuhan dan wujud dari Tuhan Allah, dan sejajar dengan Allah pencipta alam semesta.
Sesungguhnya ada kejanggalan dalam Aqidah Kristen yang menjadikan kitab injil perjanjian lama dan perjanjian baru sebagai kitab suci dan pegangan hidup, karena masih banyak ayat-ayat dalam perjanjian lama yang identik dengan ketuhanan Islam yaitu mengesakan Allah, contoh: Imamat pasal 19 ayat 1-4: (1) Tuhan berfirman kepada Musa. (2) “Berbicaralah kepada segenap jamaah Israil dan katakan kepada mereka: Kuduslah kamu, sebab Aku TUHAN, Allahmu, kudus. (3) Setiap orang diantara kamu haruslah menyegani ibunya dan ayahnya dan memelihara hari-hari sabat-Ku; Akulah Tuhan, Allahmu. (4) Janganlah kamu berpaling kepada berhala-berhala dan janganlah membuat bagimu dewa tandingan, Akulah TUHAN, Allahmu”. Contoh lain kitab Ulangan pasal 6 ayat 4-9: (4) Dengarlah hai orang-orang Israel: TUHAN itu Allah kita, Tuhan itu Esa. (5) Kasihanilah TUHAN Allahmu dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. (6) Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan. (7) Haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. (8) Harus juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu. (9) dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu. Perintah Nabi Musa kepada bangsa Israel untuk mengajarkan ajaran tauhid kepada turunan mereka terputus pada kaum bani Israel dan kaum Kristus sepeninggal Nabi Isa as. Kitab perjanjian lama hanya sebagai nama tetapi pelaksanaannya lebih didominasi isi dari kitab perjanjian baru.
2. Bantahan Al Qur’an dan Sunnah terhadap Aqidah Kristen (trinitas)
Pertama: Ibrani pasal 1 ayat 5: Karena kepada siapakah diantara malaikat-malaikat itu pernah Ia (Allah) katakan “anak-Ku Engkau. Engkau telah kuperankkan pada hari ini? “Aku akan menjadi bapak-Nya dan Ia akan menjadi anak-Ku”.
Keyakinan ini bertentangan dengan firman Allah dalam surah Al Ikhlas ayat 1-4:
قُلْ هُوَاللَّهُ اَحَدٌ-اَللَّهُ الصَّمَدُ- لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ- وَلَمْ يَكُنْ لَّهُ كُفُوًااحَدٌ (الاخلاص: 1-4)
Artinya: Katakanlah, Dia Allah Yang Esa, Allah tempat bergantung bermohon, tidak beranak dan tidak juga diperanakkan, dan tidak ada yang menyerupai sesuatupun.(Qs. Al Ikhlas: 1-4)
Dalam tafsir Ibnu Katsir (2008. 8: 573-574) Ikrimah menjelaskan maksud ayat ini bahwa: “Ketika orang-orang Yahudi mengatakan “Kami menyembah ‘Uzair putra Allah. dan orang-orang Nasrani mengatakan “Kami menyembah al Masih putra Allah, sedangkan orang-orang Majusi mengatakan “kami menyembah matahari dan bulan”, adapun orang-orang musyrik mengatakan” kami menyembah berhala, maka Allah turunkan kepada Rasul-Nya ayat “Qul huwallahu ahad”. Yakni Dia yang tunggal dan satu-satunya, yang tiada tandingannya, tanpa pembantu, juga tanpa sekutu, serta tidak ada yang menyerupai dan menandingi-Nya. Dan kalimat itu tidak bisa dipergunakan pada seorangpun dalam memberikan penetapan kecuali hanya kepada Allah SWT, Karena Dia yang sempurna dalam semua sifat dan perbuatannya”. Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas mengatakan: “Dia adalah Rabb yang benar-benar sempurna dalam kewibawaan-Nya dan Maha Mulia yang benar-benar sempurna dalam kemuliaan-Nya, Maha Agung yang benar-benar sempurna dalam keagunan-Nya, Maha Penyantun yang benar-benar sempurna dalam kesantunan-Nya, Maha Mengetahui yang benar-benar sempurna dalam keilmuan-Nya. Maha Bijaksana yang benar-benar sempurna dalam kebijaksanaan-Nya. Dan Dia adalah Rabb yang telah sempurna dalam semua macam kemuliaan dan kewibawaan-Nya. Dia adalah Allah Maha Suci. Semua itu merupakan sifat-Nya yang tidak pantas disandang kecuali hanya oleh-Nya, tidak ada yang menandingi-Nya serta tidak ada sesuatupun yang setara dengan-Nya. Maha Suci Allah, Yang Maha Tunggal lagi Maha Perkasa.” Ar Rabi’ bin Anas mengungkapkan “Dia adalah Rabb yang tidak beranak dan tidak diperanakkan”.
Suatu tuduhan yang keji bila mengatakan Allah itu beranak, dan Ayat diatas sebagai argumentasi logis bahwa Allah Maha Suci dari segala tuduhan yang mengatakan diri-Nya beranak atau mempunyai anak. Dalam hadits qudsi pada Ali Usman dan A. Dahlan (1996: 95 dan 123) dihalaman 95 adalah hadits qudsi riwayat Bukhari yang bersumber dari Ibnu Abbas, dan 123 adalah hadits qudsi riwayat Bukhari, Ahmad dan Nasa’i yang diterima dari Abu Hurairah r.a. Allah berfirman:
كَذَّ بَنِى ابْنُ اَدَمَ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَ لِكَ وَشَتَمَنِى وَلَمْ يَكُنْ ذَلِكَ فَاَمَّا تَكْذِ يْبُهُ اِيَّاىَ فَزَ عَمَ اَنِّى لاَاَقْدِ رُ اَنْ اُعِيْدَهُ كَمَا كَانَ وَاَمَّا شَتْمُهُ اِيَّاىَ فَقَوْلُهُ :لِى وَلَدٌ فَسُبْحَانِى اَنْ اَتَّخِذَ صَاحِبَةً وَلاَوَلَدً (رواه البحارى عن ابن عبّا س)
Artnya: Bani Adam telah mendustakan-KU. Seseungguhnya ia tidak berhak melakukan demikian. Dia juga telah mencaci-KU. Sebenarnya ia juga tidak berhak melakukan demikian. Adapun tuduhan kebohongannya ialah ia mengira bahwa Allah tidak sanggup mengembalikannya ( menghidupkan setelah ia meninggal). Sedang caciannya kepada-KU dengan tuduhan bahwa Aku mempunyai anak. Maha Suci Aku untuk mempersunting seorang istri atau mempunyai seorang anak. ( HR. Bukhari dari Ibnu Abbas).
Bantahan Allah terhadap orang atau golongan yang mengatakan Allah mempunyai anak juga dijelas dalam al Qur’an:
اَوَمَنْ يُّنَشَّؤُا فِ الْحِلْيَةِ وَهُوَ فِى الْخِصَامِ غَيْرُ مُبِيْنٍ (الز حرف :18 )
Artinya: Dan apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan sebagai perhiasan sedang dia tidak mampu memberi alasan yang tegas dan jelas dalam pertengkaran ? (Qs. Adz Zduhruf: 18)
Penafsiran menurut kitab ibnu Katsir (2008: 7: 281) tentang ayat di atas berkaitan dengan eksistensi wanita yang lemah dan dibesarkan dengan perhiasan tetapi dianggap anak Allah. Kendati demikian ayat ini juga merupakan bantahan Allah tentang kesucian Allah dari punya anak.
Kedua: Ibrani pasal 1 ayat 2-3: (2) Maka zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantara anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta. (3) Ia adalah cahaya kemulian Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan. Dan setelah Ia selesai mengadakan penyucian dosa, Ia duduk di sebelah kanan Yang Maha Besar di tempat yang tinggi”.
Ayat-ayat tesebut menjelaskan eksistensi Yesus adalah anak Allah yang memiliki otoritas kekuasaan dan sebab dijadikannya alam semesta. Namun Allah SWT membantah keyakinan tersebut dalam firman-Nya:
وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًاوَّلَمْ يَكُنْ لَّهُ شَرِيْكٌ فِ الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُنْ لَّهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيْرًا
Artinya: Dan katakanlah: Segala Puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak (pula) mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia tidk memerlukan pertolongan dari kehinaan dan Agungkanlah Dia seagung-agungnya.(Qs. Al Isra’ :111)
Ayat ini membantah keyakinan kristen bahwa Yesus Anak Tuhan punyak hak mengatur dan memberikam keselamatan pada umat manusia. Sebagaimana anggapan mereka dalam surat Paulus kepada Titus pasal 2 ayat 11-15: (11) Karena kasih kurnia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata”. Ayat ini menyalahi otoritas Allah sebagai pencipta dan pengatur serta penyelamat satu-satunya, dan tidak ada satu manusiapun yang pernah mendapat bahagian otoritas tersebut sejak dari Nabi Adam sampai saat ini.
Ketiga: kitab Matius pasal 16 ayat 15-17: (15) Lalu Yesus bertanya kepada mereka “tetapi apa katamu, siapakah Aku ini ? (16) Maka jawab Simon Petrus: “Engkau adalah Masias, anak Allah yang hidup”. (17) Kata Yesus kepadanya “berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang mengatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang ada di Surga”. Ayat-ayat tersebut menjelaskan bahwa keberaan Yesus sebagai anak Tuhan adalah ketetapan Allah Bapa, dan ini berbeda dengan maksud Al Qur’an yang menjadi keyakinan dalam Tauhid Islam, sebagaimana penjelasan ayat al Qur’an surah al Maidah: 116-117:
اِذْ قَالَ اللَّهُ يَعِيْسَى ابْنَ مَرْيَمَ ءَاَنْتَ قُلْتَ لِلنَّا سِ اتَّخِذُ وْنِي وَاُمِّىَ اِلَهَيْنِ مِنْ دُوْنِ اللَّهِ قَالَ سُبْحَنَكَ مَا يَكُوْنُ لِيْ اَنْ اَقُوْلَ مَالَيْسَ لِيْ بِحَقِّ اِنْ كُنْتَ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِى وَلاَاَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ اِنَّكَ اَنْتَ عَلاَّمَ اْلغُيُوْبِ =مَا قُلْتُ لهُمْ اِلاَّ مَااَمَرْتَنِي بِهِ اَنِ اعْبُدُوااللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ وَكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيْدًامَادُمْتُ فِيْهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي ْكُنْتَ اَنْتَ الرَّقِيْبَ عَلَيْهِمْ وَاَنْتَ عَلَ كُلِّ شيْئٍ شَهِيْدٌ (المائدة: 116-117 )
Arinya: Dan ingatlah ketika Allah berfirman, “Wahai Isa Putra Mariyam! Engkaukah yang mengatakan kepada orang-orang, jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua tuhan selain Allah? (Isa) menjawab, “Maha Suci Engkau, tidak patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku. Jika aku pernah mengatakan tentulah engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku, dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri-Mu. Sungguh Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala yang ghaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku: “sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Dan aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku nerada di tengah-tengah mereka. Maka setelah Engkau mewafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka dan Engkaulah yang Maha Menyaksikan atas segala sesuatu.(Qs Al Maidah:116-117)
Dengan ayat di atas jelaslah, bahwa Nabi Isa a.s tidak pernah mengatakan ataupun mengakui kalau dirinya dan ibunya adalah Tuhan. Bahkan beliau senantiasa mengajarkan tauhid kepada ummatnya ketika beliau masih hidup. Walaupun setelah meninggalnya ajarannya yang tauhid sudah banyak diselewengkan oleh orang-orang yang mengaku pengikutnya, sehingga bententangan dengan ajaran yang dibawa Oleh Nabi Muhammad SAW, padahal kerasulan Muhammad dan kebenaran ajarannya, terutama tentang tauhid sudah diberitahukan kepada umat Nabi Isa, tetapi kalangan kristus segaja menyembunyikan kebenaran itu. Menurut Hakim (2004: 91) Pengajaran yang asli dari Nabi Isa a.s. ialah Tauhid yang suci; yaitu menuhankan Allah Yang Maha Esa, seperti kepercayaan dalam seluruh agama samawi dan juga telah diajarkan juga oleh Nabi-Nabi sebelumnya. Padahal telah jelas dari kitab suci umat Nasrani (Injil) Yesus berkata: “Jawab Yesus: hukum yang terutama ialah: Dengarlah hai orang israel! Tuhan Allah kita, Tuhan itu Esa (Markus 12: 28). Pada ayat selanjutnya kembali diperjelas tentang Aqidah Nasrani yang menganut paham Tauhid. Dalam kitab Markus 12: 32 “Lalu kata ahli Taurat itu kepada Yesus “Tepat sekali guru, benar katamu itu, bahwa Dia Esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia.”
Maka nyatalah bahwa keyakinan tentang Yesus anak Allah atau salah satu pribadi dari tiga pribadi Tuhan (trinitas) adalah keyakinan berdasarkan hawa nafsu yang menyesatkan dan tidak pantas dilakukan oleh seorang nabi mulia seperti nabi Isa as sebagaimana penjelasan ayat al Qur’an:
وَمَاكَا نَ لِبَشَرٍ اَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ اْلكِتَبَ وَاْلحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُوْلَ لِلنَّا سِ كُوْنُوْا رَبَّا نِيِّيْنَ بِمَا كُنْتُم تُعَلِّمُوْنَ اْلكِتَبَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُوْنَ (ال عمرن : 79)
Artinya: Dan tidaklah pantas bagi seorang yang telah diberi kitab oleh Allah, serta hikmah dan kenabian, kemudian dia berkata kepada manusia: “Jadilah kamu penyembahku, bukan penyembah Allah”, tetapi (dia berkata), “Jadilah kamu pengabdi-pengabdi Allah,karena kamu mengajarkan kitab dan karena kamu mempelajarinya (Qs. Ali Imran: 79)
Lebih lanjut Allah menegaskan tentang kafirnya orang-orang yang mengatakan bahwa Allah adalah salah satu pribadi dari tiga pribadi Tuhan (trinitas) sebagaimana firman-Nya:
لَقَدْ كَفَرَ الَّذْيْنَ قَا لُوْا اْنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَثَةٍ وَمَا مِنْ اِلَهِ اِلاَّاِلَهٌ وَّاحِدٌ وَاِنْ لَمْ يَنْتَهُوْا عَمَّا يَقُوْلُوْنَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ (المائدة:73)
Artinya: Sungguh telah kafir orang-orang yang mengataakan bahwa adalah salah satu dari yang tiga, pada hal tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa azab yang pedih ( Qs.Al Maidah: 73)
Pada akhirnya dapatlah diketahui bahwa Aqidah dalam ajaran Kristen bukanlah Aqidah tauhid yang menjadi sumber kehidupan jiwa dan pendidikan kemanusiaan yang tinggi, dan tidak mampu membebaskan manusia dari belenggu kejahatan duniawi, dan jauh dari upaya membebaskan manusia dari pengaruh bid’ah dan taqlid, serta tidak bisa menjadi alternatif dalam membebaskan manusia dari ketakutan dan duka cita dalam kemiskinan apalagi rasa takut akan mati hingga sampai kepada ketidakmampuan membebaskan manusia dari keluh kesah dalam hidup, karena semua persoalan itu hanya dilahirkan oleh Aqidah tauhid yang murni kepada Allah semata sebagai sumber segala penyelesaian masalah. Padahal tauhid adalah ajaran sepanjang sejarah manusia, ajaran dari tiap Nabi dan Rasul sejak dari Nabi Adam as. Hingga sampai kepada Nabi Isa as yang disempurnakan dengan terutusnya Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi penutup. Firman Allah SWT:
وَمَا اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُوْلٍ اِلاَّ نُوْحِيَ اِلَيْهِ اَنَّهُ لاَاِلَهُ اِلاَّ اَنَا فَا عْبُدُوْنِ (الانبياء:25 )
Artinya: Dan Kami tidak menutus seorang Rasul sebelum engkau (Muhammad) melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Aku, karena itu sembahlah Aku. ( Al-Anbiya: 25)
3. Perbandingan antara Al Qur’an dan injil (Perjanjian baru) dalam hal keotentikan dan keorisinilan Al-Qur`an dan Injil dalam hal Keotentikan dan keorisinilan.
Al-Qur`an Al-Karim merupakan kitab yang keasliannya dijamin oleh Allah, dan ia adalah kitab yang selalu dipelihara sebagaimana difirmankan dalam Al-Qur`an surah al-Ḥijr [15] ayat 9 :
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
Artinya: Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur`an, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.
Demikianlah Allah menjamin keaslian Al-Qur`an, jaminan yang diberikan atas dasar Kemahakuasaan dan Kemahatahuan-Nya. Dengan jaminan ayat di atas, setiap Muslim percaya bahwa apa yang dibaca dan didengarnya sebagai Al-Qur`an tidak berbeda sedikit pun dengan apa yang pernah dibaca oleh Rasulullah SAW., dan yang didengar serta dibaca oleh para sahabat Nabi SAW. Menurut Nazruddin Razak ( 1973: 111-112) “Qur’an sekarang masih tetap dalam karunianya, masih tetap dalam teks aslinya, tanpa sedikitpun perubahan satu huruf sekalipun. Qur’an tersusun dalam 114 surah dengan 6236 ayat, 74437 kalimat, 325345 huruf, semua adalah wahyu Allah yang diterima Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril dan tidak dicampuri di dalamnya perkataan Nabi Muhammad sendiri atau perkataan sahabat-sahabatnya.” Sementara kitab Injil perjanjian baru tidak ada jaminan keotentikannya, bahkan sebahagian besar isinya adalah perkataan Yesus, kisah tentang kemu’jizatannya, penafsiran para rasul dan pejalanan hidup Yesus. Contoh bahagian “kisah para Rasul” dalam (perjanjian baru: 152-195) yang terdiri dari 28 pasal dengan 1015 ayat, tetapi hampir tidak ada satupun firman Allah secara langsung melainkan penafsiran dan perjalanan dakwah para rasul terutama Rasul Saul Paulus. Seperti tulisan Nazruddin Razak (1973: 112) “Injil telah hilang dan dihilangkan teks aslinya dan yang ada sekarang ialah terjemahan dan penafsirannya belaka. Disamping itu ia telah bercampur aduk antara kalam-kalam Allah dengan perkataan Yesus dan orang lain yang menceritakan dan menulis kitab itu.”. Adapun Al Qur’an tidak ditemukan satu katapun tercampur antara firman Allah dengan perkataan manusia. Contoh kecil surah Al Ikhlas yang terdiri dari 4 ayat satu huruf pun tidak ada yang berubah. Bahakan Al Ikhlas yang dibaca oleh kaum Muslimin di ujung barat sampai timur, utara sampai ujung selatan semua dengan lafadz yang sama.
- Keotentikan dan keorisinilan bahasa Al Qur’an dengan Injil
Al Qur’an sejak pertama diturunkan yang menggunakan bahasa Arab sampai hari ini tetap menggunakan bahasa Arab, yang diajarkan dan diturunkan secara countinue dari masa Rasulullah sampai saat ini, kendati telah melewati berbagai bangsa dan ribuan suku yang berbeda, tetapi lafadz ayatnya tetap berbahasa Arab dengan lafazd asli sebagaimana awal diturunkan. Kalaupun terjadi perubahan bahasa hanya sebatas tarjemah, tafsir dan ta’wil hanya untuk memberi pemahaman tanpa menghilangkan bahasa dan teks aslinya.
Menurut Chairuddin Hadhiri (1998: 203) dan Sukmadjaya (1984: 23) Dalam al Qur’an setidaknya terdapat 14 surah dengan 15 ayat ( Qs. Yusuf: 2, Ar Ra’du: 37, Ibrahim: 4, An Nahl: 103, Maryam: 97, thaha: 113, Asy Syu’araa: 195, Ar Ruum: 22, Az Zumara: 28, Fushilat: 3 dan 44, Asy Syura: 7, Adz Zuhruf: 3, Ad dhuhhan: 58 dan Al Ahqaf: 12) yang menyebutkan bahwa bahasa Al Qur’an adalah bahasa Arab. Contoh ayat:
اِنَّا اَنْزَلْنَهُ قُرْانًا عَرَبِيَّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ (يوسف: 2 )
Artinya: Sesungguhnya kami menurunkanny berupa Qur’an berbahasa Arab, agar kamu mengerti.(Qs. Yusuf: 2)
Sementara Kitab Injil sebagai kitab suci yang diturunkan dalam bahasa Ibrani (Hebrew) ketika Nabi Isa masih hidup, namun berubah menjadi bahasa Grika Yunani. Menurut Nazaruddin Razak (1973: 112) “Tidak dpat disangkal bahwa bahasa yang dipakai oleh Yesus adalah bahasa Ibrani (Hebraw). Sedang gelar Kristus sesungguhnya tidak pernah digunakan oleh Yesus untuk dirinya dan sampai wafatnya, gelar itu tidak dikenalnya. Sebab gelar itu adalah terjemahan Grika dari bahasa Ibrani “Masih”. Yesus mendakwakan dirinya sebagai Massiah secara kebetulan bahasa Ibarani dan bahasa Arab untuk Kristus adalah sama: “Masih” artinya mengusapkan. Mengenai bahasa ibu Yesus, dapat dibuktikan pada jeritan sakratul mautnya di atas salib: “Eli, Eli, lamma sabaktani (Matius: 27: 46)”, yaitu bahasa Ibrani yang artinya: “Tuhanku, Tuhanku, apakah sebabnya Engkau meninggalkan aku?” Contoh lain: “Talitha kumi” artinya: Hai budak perempuan, bangunlah”. Dan sedikit yang lain, adalah sisa-sisa dari kata-kata asli yang keluar dari mulut Yesus, sedangkan yang lainnya hilang dalam terjemahan dan penafsiran. Hal ini membuktikan bahwa bahasa kitab Injil tidak lagi otentik, sedangkan bahasa Al Qur’an tetap otentik dengan beberapa bukti berikut:
Pembuktian keaslian dari Al-Qur`an sendiri sebagaimana dijelaskan oleh Quraish Shihab (mufasir Indonesia, pengarang Kitab Tafsir al-Misbah), bahwa Dr. Mustafa Mahmud mengutip pendapat Rasyad Khalifah, dalam Ulfha Mahfudollah dkk (2014: 13) mengemukakan bahwa dalam Al-Qur`an sendiri terdapat bukti-bukti sekaligus jaminan akan keasliannya.
Huruf-huruf hija'iyah yang terdapat pada awal beberapa surah dalam Al-Qur`an adalah jaminan keutuhan Al-Qur`an sebagaimana diterima oleh Rasulullah SAW. Tidak berlebih dan atau berkurang satu huruf pun dari kata-kata yang digunakan oleh Al-Qur`an. Kesemuanya habis terbagi 19, sesuai dengan jumlah huruf-huruf
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Huruf qaf (ق) yang merupakan awal dari surah Qaf, ditemukan terulang sebanyak 57 kali atau sama dengan hasil perananda dari 19 X 3.
Huruf-huruf kaf, ha', ya', 'ain, shad, (ك, هـ, ي, ع, ص) dalam surah Maryam, ditemukan sebanyak 798 kali atau sama dengan hasil perananda dari 19 X 42.
Huruf nun (ن) yang memulai surah Al-Qalam, ditemukan sebanyak 133 kali atau sama dengan hasil perananda dari 19 X 7.
Huruf (ya') dan (sin) pada surah Yasin masing-masing ditemukan sebanyak 285 atau sama dengan hasil perananda dari 15 X 19.
Huruf ṭā dan hā pada surah ṭāhā masing-masing berulang sebanyak 342 kali, atau sama dengan hasil perananda dari 19 X 18.
Huruf-huruf (ḥā) dan (mim) yang terdapat pada keseluruhan surah yang dimulai dengan kedua huruf ini, ha' mim, kesemuanya merupakan perananda dari 114 X 19, yakni masing-masing berjumlah 2.166.
Bilangan-bilangan ini, yang dapat ditemukan langsung dari celah ayat Al-Qur`an, oleh Rasyad Khalifah dijadikan sebagai bukti keaslian Al-Qur`an. Karena, seanandainya ada ayat yang berkurang atau berlebih atau ditukar kata dan kalimatnya dengan kata atau kalimat yang lain, maka tentu perananda-perananda tersebut akan menjadi kacau.
Rasyad Khalifah mengambil angka 19 dari ayat Al-Qur`an, yakni yang termuat dalam surah Al-Muddaṡṡir ayat 30 : عَلَيْهَا تِسْعَةَ عَشَرَ (artinya “dan di atasnya ada sembilan belas”). Ayat ini turun dalam konteks ancaman terhadap seorang yang meragukan kebenaran Al-Qur`an.
Dalam bahagian lain Ulfa menulis beberapa pendapat tentang kebenaran alqur’an:
1. Sebagaimana dijelaskan oleh Quraish Shihab, Abdurrazaq Nawfal, dalam Kitab Al-Ῑjāz Al-Adabiy li Al-Qur'ān Al-Karīm, mengemukakan beberapa contoh tentang bukti kebenaran Al-Qur`an dengan memaparkan keseimbangan-keseimbangan dalam Al-Qur`an, yang dapat disimpulkan secara sangat singkat sebagai berikut:
a. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya.
Beberapa contoh, di antaranya:
- Al-ḥayāh (hidup) dan al-mawt (mati), masing-masing sebanyak 145 kali;
- An-naf’ (manfaat) dan al-maḍārah (mudarat), masing-masing sebanyak 50 kali;
- As-ṣālihāt (kebajikan) dan al-sayyi'āt (keburukan), masing-masing 167 kali
b. Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonimnya atau makna yang dikandungnya.
- Al-ḥarṡ dan az-zirā'ah (membajak/bertani), masing-masing 14 kali;
- Al-'uṣb dan al-ḍurȗr (membanggakan diri/angkuh), masing-masing 27 kali;
- Aḍ-ḍāllȗn dan al-mawtā (orang sesat atau mati [jiwanya]), masing-masing 17 kali;
- Al-jahr dan al-'alāniyah (nyata), masing-masing 16 kali.
c. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjuk kepada akibatnya.
- Al-infāq (infak) dengan ar-riḍā (kerelaan), masing-masing 73 kali;
- Al-bukhlu (kekikiran) dengan al-khasārah (penyesalan), masing-masing 12 kali;
- Al-kāfirȗn (orang-orang kafir) dengan an-nār atau al-aḥrāq (neraka / pembakaran), masing-masing 154 kali;
- Az-zakāh (zakat/penyucian) dengan al-barakat (kebajikan yang banyak), masing-masing 32 kali;
- Al-fāḥisyah (kekejian) dengan al-gaḍbu (murka), masing-masing 26 kali.
d. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya.
- Al-isrāf (pemborosan) dengan al-sur'ah (ketergesa-gesaan), masing-masing 23 kali;
- Al-maw'iẓah (nasihat/petuah) dengan al-lisān (lidah), masing-masing 25 kali;
- Al-asrā (tawanan) dengan al-ḥarb (perang), masing-masing 6 kali;
- As-salām (kedamaian) dengan at-ṭayyibāt (kebajikan), masing-masing 60 kali.
e. Di samping keseimbangan-keseimbangan tersebut, ditemukan juga keseimbangan khusus.
- Kata yawm (hari) dalam bentuk tunggal sejumlah 365 kali, sebanyak hari-hari
- dalam setahun. Sedangkan kata hari yang menunjuk kepada bentuk jama’ (ayyām) atau muṡanna (yawmayni), jumlah keseluruhannya hanya tiga puluh, sama dengan jumlah hari dalam sebulan. Disisi lain, kata yang berarti "bulan" (syahr) hanya terdapat dua belas kali, sama dengan jumlah bulan dalam setahun.
- Al-Qur`an menjelaskan bahwa langit ada "tujuh." Penjelasan ini diulanginya sebanyak tujuh kali pula, yakni dalam Al-Baqarah ayat 29, Al-Isrā' ayat 44, Al-Mu'minȗn ayat 86, Fuṣṣilāt ayat 12, Al-Ṭalāq ayat 12, Al-Mulk ayat 3, dan Nȗḥ ayat 15. Selain itu, penjelasannya tentang terciptanya langit dan bumi dalam enam hari dinyatakan pula dalam tujuh ayat.
- Keotentikan dan keorisinlan Al Qur’an dan Injil dari segi Ajarannya
Dalam al Qur’an terdapat beberapa bahagian yang menjadi pokok ajarannya seperti tentang aqaid, ibadah, akhlak, janji dan ancaman serta kisah umat terdahulu. Yang kesemuanya terangkum dalam dua bahagian yaitu: Hablum minallah wa Hablum minannas. Salah satu bahagian itu adalah “Nikah”. Nikah merupakan salah sattu kebutuhan manusia yang telah menjadi fitrah, Untuk menyalurkan kebutuhan seksual secara aman dan sah. lebih dari itu nikah dalam Islam memiliki beberapa tujuan utama, sebagaimana dikemukakan oleh Muhammad Nur Abd Hafizh (1997: 50-52) yaitu:
- Memperbanyak jumlah ummat Islam dan menyenangkan hari Rasulullah.
- Penjagaan dan pendekatan diri kepada Allah
- Membentuk generasi Muslim
- Melanjutkan keturunan.
Karena pentingnya arti nikah tersebut sehingga Allah mensyariatkan dalam Firman-Nya:
وَاَنْكِحُوْا اْلاَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّلِحِيْنَ مِنْ عِبَا دِ كُمْ وَاِمَا ئِكُمْ اِنْ يَّكُوْنُوْا فُقَرَاءَ يُغْنْهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ (النور : 32)
Artinya: Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang diantar kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha Luas ( Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. ( Qs. An-Nuur: 32)
Islam tidak mengenal hidup membujang, baik dengan alasan untuk mengkonsentrasikan diri beribadah kepada Allah ataupun karena kemiskinan dan tidak adanya pendapatan tetap. Bahkan Rasulullah SAW mengatakan “falaisa minni” (bukan golonganku) bagi orang yang enggan menikah. Akan berbeda halnya dengan kitab injil sebagaimana disebutkan oleh Musthafa Husni Assiba’i (1993: 56) “Lebih diutamakan hidup bujangan daripada kawin, agar dengan sepenuh hati beribadat kepada Allah serta menjauhkan diri dari kesenangan jasmaniah”, hal itu merupakan salah satu ajaran pokok rasul-rasul terutama rasul paulus berdasarkan ajaran Yesus. Sebagaimana dijelaskan dalam alkitab bahagian surat paulus yang pertama kepada jamaah korintus: 7: 32, 33, 34). (32) Aku ingin, supaya kamu hidup tanpa kekuatiran. Orang yang tidak beristri memusatkan perhatiannya pada perkara Tuhan, bagaimana Tuhan berkenan kepadanya. (33) Orang yang beristri memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan istrinya. (34) dan dengan demikian perhatiannya terbgi-bagi. Perempuan yang tidak bersuami dan anak-anak gadis memusatkan pehatian mereka pada perkara Tuhan, supaya tubuh dan jiwa mereka kudus. Tetapi perempuan yang bersuami memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan suaminya”. Doktrin dari Saul Paulus inilah yang menyebabkan para pastor dan paulus sendiri serta susternya tidak menikah, walaupun ini bertentangan dengan naluri dan fitrah mereka, namun ajaran ini telah menjadi bahagian dan ajaran pokok dalam injil. Sikaf dan ajaran seperti itu sesungguhnya bertentangan dengan kitab perjanjian lama tentang asal kejadian wanita pertama yang bernama Hawa. Tersebut dalam kitab Kejadian pasal 2 ayat 22-24: (22) Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. (23) Lalu berkatalah manusia itu, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki. (24) Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.”Ketiga ayat Injil perjanjian ama ini menjelaskan adanya contoh pernikahan pada manusia pertama, dan menjadi salah satu bahagian ajaran Injil perjanjian lama. Lebih dari itu sesunggunya Yesus sendiri juga melakukan pernikahan, yang secara jelas memang tidak disebutkan dalam ayat-ayat injil perjanjian baru, namun secara implisit disebutkan dalam beberapa ayat injil seperti kitab Matius pasal 28 ayat 1:” Setelah hari sabat lewat, menejelang menyisingnya fajar pada hari petama minggu itu, pergilah Maria Magdalena dan Maria yang lain menengok kubur itu”. Peristiwa itu terjadi menjelang kebangkitan Yesus. Nama Maria yang tersebut dalam ayat di atas adalah ibunda Yesus. Sedangkan Maria Magdalena adalah nama yang beratus tahun menjadi teka-teki sebagaimana sosok gambar wanita yang bernama Monalisa adalah sosok misterius. Namun dalam buku “DEVINCE CODE” terungkap bahwa nama lain dari Monalisa adalah Maria Magdalena yang tidak lain adalah istri dari Yesus. Menurut Simcha Jacobovici dan Charles Pellegrino (2007: 135) “Pada teks Gnostik abad ketiga yang ditemukukan di Nag Hammadi, teks itu menyatakan: “ Tuhan mencintainya ( Maria Magdalena) lebih dari semua murid-murid yang lain dan sering menciumnya di..nya, dibagian ini ada lubang di teks tersebut, dimana banyak serjana percaya bahwa versi aslinya bertuliskan “mulut”. Lebih lanjut Simcha dihalaman 143 menulis “ Maka istri Yesus, jika ia memang ada, mungkin disamarkan dengan sebutan “teman” atau teman yang “terkasih” dari Yesuf.” Fakta dan kenyataan ini sengaja disembunyikan untuk tetap menganggap kudus Tuhan Yesus. Karena kalau terungkap maka sudah barang tentu Tuhan tidak hanya trinits tapi menjadi beberapa Tuhan, trinitas, ditambah Tuhan istri Magdalena dan Tuhan anak putra Yesus.
Demikian beberapa hal perbadingan antara keotentikan dan keorisinilan Al Qur’an dengan injil, walaupun sesungguhnya masih banyak namun terlalu panjang untuk dimasukan dalam uraian penulisan ini. Yang jelas al Qur’an adalah kitab suci yang otentik sedangkan injil telah banyak mengalami perubahan dan pembaharuan.
BAB IV
PENUTUP
- Kesimpulan.
Setelah memperhatikan uraian dari awal sampai akhir yang telah penulis paparkan dan jelaskan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
- Islam dengan Aqidah khususnya dalam bidang Tauhid relevan dengan fitrah dan kebutuhan manusia. Terbukti bahwa ajaran yang telah dibawa oleh Muhammad Bin Abdullah 1400 tahun yang lalu dari gurun Arab mampu mempertahankan ajaran yang dibawanya sebagai risalah terakhir yang diturunkan Allah kepada Muhammad. Risalah inilah yang menjadi pertanda bahwa ajaran yang telah lama dibawakan para Nabi dan Rasul Allah telah diakhiri dengan diutusnya Muhammad sebagai Nabi dan Rasul terakhir Allah juga sebagai penyempurna ajaran yang telah diturunkan sebelumnya. Seperti yang telah difirmankan-Nya dalam surah Al-maidah ayat 3:
Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Jelas dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa agama Islam (yang dibawa oleh Muhammad) sebagai agama yang diridhai Allah juga sebagai pelengkap dari ajaran Islam yang telah disampaikan oleh para Rasul Allah sebelumnya.
Aqidah Islam adalah ajaran yang lahir dari syariat agama samawi yaitu agama yang menjadikan Allah sebagai Tuhan yang Maha Esa, memiliki Nabi yang diimani sampai hari ini dan memiliki kitab suci yang otentik dan orisinil sedangkan Aqidah Kristen adalah ajaran yang pada awalnya dari agama samawi tetapi kemudian berubah menjadi ajaran agama Ardi dimana Allah bukan lagi Tuhan yang Maha Esa dan tidak memiliki lagi Nabi dan Rasul yang diutus Allah dan kitab sucinya tidak lagi otentik dan orisinil.
- Ajaran Nasrani yang pada asalnya merupakan agama samawi yang melanjutkat ajaran yang terkandung dalam Taurat sama seperti ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad untuk menyembah kepada Allah tanpa menyekutukan Allah dengan apapun. Namun 300 Tahun setelah Nabi Isa (Nabi yang ditunjuk untuk membawa ajaran Nasrani) wafat ajaran Nasrani pun dirubah oleh pemeluknya. Ajaran Nasrani yang asalnya merupakan Ajaran Tauhid berubah menjadi ajaran yang syirik dengan melantik Nabi Isa sebagai Tuhan anak dan Malaikat Jibril sebagai Roh Kudus yang dirumuskan dalam Trinitas dan diresmikan pada tahu 325 M pada konsili Nikea pertama. Dari sinilah kesyirikan mulai mengubah pokok ajaran Nasrani dengan mengubah pokok ajarannya dan memanipulasi kitab suci yang telah dibawa oleh Nabi Isa.
Perubahan dan penambahan dalam pokok ajaran Nasrani/Kristen ini yang menjadikan ajaran ini bertentangan dengan fitrah dan logika manusia.
- Semua Nabi yang diutus Allah mengajarkan tentang keesaan Allah sementara agama Kristen khususnya dalam perjanjian baru tidak mengajarkan demikian berarti ajaran Nabi Isa sudah dipalsukan. Dengan ini jelaslah bahwa ajaran Nasrani/Kristen sudah tidak layak lagi dinamakan sebagai agama samawi.
Konsep ketuhanan Trinitas yang dianut oleh umat Kristen sangat bertentangan baik itu dari perjanjian lama, perjanjian baru maupun Al-Qur’an. Dalam perjanjian lama Yesus mengatakan bahwa kedatangannya bukanlah menghapus apa yang telah tercantum dalam hukum utama Taurat yang 10 melainkan melanjutkan ajaran itu. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa hukum Taurat yang sepuluh hukum pertama adalah sebagaimana yang tercantum dalam kitab Keluaran pasal 20 ayat 1-3:
(1)Lalu Allah mengucapkan segala firman ini: (2) “Akulah Tuhan, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan. (3) Jangan ada padamu Allah lain di hadapanKu.
Hal ini diperkuat oleh jawaban Nabi Isa terhadap pertanyaan yang diajukan oleh orang-orang Farisi untuk menguji apakah Isa benar-benar Nabi, pernyataan Nabi Isa ini termaktub dalam kitab Matius pasal 22 ayat 34 sampai 40: (34) Ketika orang-orang Farisi mendengar, bahwa Yesus telah membuat orang-orang Saduki itu bungkam, berkumpullah mereka. (35) dan seorang dari mereka , seorang ahli Taurat bertanya untuk mencobai Dia. (36) “ Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat ? (37) Jawab Yesus kepadanya: “Kasihanilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. (38) itulah hukum yang terutama dan yang pertama. (39) dan hukum kedua , yang sama dengan itu ialah: Kasihanilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. (40) pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para Nabi.
Islam pun memperkuat ayat dalam kitab perjajian lama dan perjanjian baru ini sebagai bukti bahwa ajaran utama para Rasul itu sama yaitu mengesakan Allah. sebagaimana firman Allah yang diabadikan dalam surah Al-Ikhlas ayat 1-4:
. (الإخلاص: 1-4)
“Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”
- Saran-saran
- Dalam karya tulis ilmiah ini penulis hanya membahas tentang perbandingan agama islam dan kristen sedangkan masih banyak agama lain yang mesti dikaji. Mudah-mudahan ada generasi yang menggali perbandingan agama lebih dalam.
- Kepada lembaga hendaklah mengadakan pembimbing di setiap gedung asrama, supaya santri tidak merasa bebas dan asa yang mngarahkan selama santri hidup di asrama agar akhlak santri semakin baik dan sholeh.
- Kepada pembmibing paper dalam membimbing paper santri harus ada kesamaan pendapat agar tidak membingungkan kepada santri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar