Roihan Ramadhan sebuah nama yang diberikan oleh pasangan suami istri untuk anak ketiganya. tepatpada pukul 17:15 WITA yang bertepatan pada tanggal 20 Januari 1997, sebuah isak tangis bahagia pecah dari bibir mungil bayi yang menyambut hirupan udara pertamanya di dunia.
ya, orangtuaku memberi nama Roihan Ramadhan karena yakin bahwa nama yang melekat merupakan do'a, do'a yang selalu terucap sembari di panggilnyanamaku. entah sebesar apa do'a mereka, yang pasti kelahiranku diiringi dengan do'a yang Maryam panjatkan ketika beliau tengah mengandung Isa a.s. Do'a yang diabadikan oleh Allah dalam Al-qur'an.
إِذْ قَالَتِ امْرَأَتُ عِمْرَانَ رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي بَطْنِي مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّي ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“(Ingatlah), ketika isteri 'Imran berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".
Hari-hariku pada periode 3 tahun pertama, kuhabiskan di sebuah kota di timur Indonesia. Bumi Flobamor kota Kupang disitulah aku di lahirkan dan disitu pula aku menghabiskan 3 tahun pertamaku di dunia sebelum akhirnya pecah perang agama pada tahun 1999, setelah mengikuti perang bapakku mengajak anak dan istrinya hijrah ke pulau Sulawesi tepatnya di Sulawesi Tengah kota Luwuk.
Luwuk sudah seperti tanah kelahiranku sendiri, 9 tahun aku tinggal dikota ini, balitaku ku habiskan di kota ini, pendidikan mulai dari SD kemudian kembali ke TK dan loncat ke SD lagi ku selesaikan di kota ini.
Setelah lulus dari SD orangtuaku mengirimku untuk menimbah ilmu agama di sebuah pondok pesantren yang terletak ditengah pulau garam, Jawa Timur. Sampang, Madura menjadi saksi tapak kakiku dan kota ketiga aku menetap untuk melanjutkan pendidikan. Masa SMP ku, ku habiskan di pondok kecil itu. Kenangan indah yang tak terhitung jumlahnya pun terukir. Mulai dari awal mula aku belajar agama, pertama kali mengenal lawan jenis dan pelbagai macam kenakalan anak santri berderet memenuhi catatan informasiku di kantor pondok.
Setelah menghabiskan masa-masa SMP, kembali aku berhijrah melanjutkan pendidikan. Kali ini Jawa Barat menjadi kota berikutnya. Di kota intan yang lebih di kenal dengan dodolnya aku menimbah ilmu. Garut kota keempatku dalam menimba ilu. Kata pepatah “tuntutlah ilmu sampai ke negri cina”, sebab cina belum bisa ku gapai maka garutpun tak apa.
Dan kini setelah lulus SMA bimbangpun menghampiri, mimpi untuk keluar negri selalu terbayang, segala upaya telah ku tempuh, semua pendaftaran sudah ku masuki, namun mungkin sang maha Pengatur belum berkehendak, maka kulalui satu tahun pra-SMA ku dengan kursus, jalan-jalan, dan buka usaha kecil-kecilan.
Tahun kedua Pra-SMA ku semakin “horror” rasanya. Orangtua sudah seperti alarm sholat 5 waktu menanyaiku hendak melanjutkan pendidikan kemana, di kota apa, universitas apa, dan jurusan apa. Batinku tertekan memikirkan semua itu, niat kuliah seakan sirna dalam diriku. Ditambah pengumuman dari universitas luar negri yang belum mengijinkan aku menjadi bagian dari kampusnya semakin mencuitkan niatku untuk kuliah.
Namun setelah mendapatkan “siraman rohani” dari pelbagai pihak, akhirnya ku bangun kembali niat ini. Ku kukuhkan kembali semangat jihad dan semangat tholabul ‘ilmi.
Universitas Muhammadiyah Malang lah yang menjadi tempat selanjutnya untuk menempuh pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar